DiLeMa
Hehehe....ini adalah cerita panjang yg hampir aku jadiin novel TUJUH TAHUN yang lalu. Tapi koleksi pribadi. :D
Belum PD untuk pubilkasi ke www.penulislepas.com :D
Tulisan ini masih banyak kekurangannya. Banyak sekali. :D Alur ceritaya agak kekanak-kanakan...karena memang ini untuk penikmat novel ABG (Remaja). :D
Dan juga waktu menulis cerita ini pun aku masih Remaja... #ahaha...
Belum PD untuk pubilkasi ke www.penulislepas.com :D
Tulisan ini masih banyak kekurangannya. Banyak sekali. :D Alur ceritaya agak kekanak-kanakan...karena memang ini untuk penikmat novel ABG (Remaja). :D
Dan juga waktu menulis cerita ini pun aku masih Remaja... #ahaha...
Aku publikasikan di sini, hanya untuk iseng aja... kali aja ada yg nganggur pengen baca-baca tulisan Ge-Je...hehhe..ini dia.... :D
1. PERTEMUAN
Hari ini aku mentok banget, alias pikiran bulat, full deh! untuk menemui seseorang yang
lama tidak aku lihat. Tujuh hari yang lalu akulah yang akhirnya menentukan tempat untuk pertemuan
nanti. Yaitu di Diego Ice Cream Cafe. Aku sebenarnya tahu kalau dia alergi
banget sama yang namanya Ice Cream.
Aku melihat wajahku sekali
lagi di kaca dekat pintu masuk. Kayaknya udah ‘chic’ bener nih…Lalu aku
membetulkan rambutku yang sengaja aku ikat miring kekanan dan mengelap wajah
yang udah mau nyembul minyak. He … maklumlah aku nggak suka mempermak wajahku
pake’ bedak, blush_on, face tonic atau yang lain yang semacam
deh…apalagi pakai pemoles bibir.No! Biar nampak natural. But jujur…hari ini,
detik ini, jantungku berdetak keras!
“ Aduh…kemana sih tuh
anak? Ini kan udah lewat sepuluh menit…” aku merungut kesal. Karena salah satu
yang aku benci datang kepadaku sekarang , menunggu.
“ Mau pesan apa, Mbak?”
tanya seorang waiter yang lumayan
kece sambil tersenyum 180 derajat manis plus kearahku. Sengaja tuh orang!
“ Ice cream stroberry plus
nangka aja deh”
“
Nggak ada yang lain?” aku melihat cowok waiter itu, yang udah berani-beraninya
menatapku dengan gaya alis matanya dinaikin lalu turun sendiri. Nggak tahu apa,
kalau senyumannya itu senyuman maut. Aku menggeleng pasti, diapun berlalu
sambil tersenyum menggoda. Busyet !
“ Aku nggak telat khan?” tanya seseorang yang
membuatku hampir terlonjak. Mulai kapan dia ada didepanku? Santai…duduk manis
lagi! Kaya’ orang nggak punya dosa aja. Hehg…ternyata dia nggak berubah sama
sekali ya…,maksudku cueknya itu lho…merituskan kesombongan untuknya. Dan kali
ini aku nggak bisa menyembunyikan rasa kagetku ama wajahnya itu, tubuh itu,
wah….dia benar-benar berubah tampan! Bahkan hampir saja aku tidak menyangka
kalau cowok cakep yang ada didepanku itu dia.
“ Jam satu lewat lima
belas menit, mas!” jawabku ketus. Dia meluruskan duduknya dan melihat kearahku
dengan tersenyum maut sendiri.
“ Why? Is there trouble on me?” tanyaku penasaran. Eh…bukannya
dijawab dia malah mengangkat bahu, masih tersenyum pula. Uhh…nyebelin banget.
“ Ice creamnya, mbak”
waiter itu meletakkan Ice cream itu didepanku.
“ makasih”
“ O…tadi itu nunggu
ya…mbak” bisiknya, lalu ia berlalu. Dasar mau tau urusan orang aja sih tu
waiter!
“ Eh…mas satu lagi ya…”
seruku ama pelayan busyet itu.
“ Ya udah cepetan, apa mau
kamu sekarang?”
What?? Apa maksudnya coba? Tanya-tanya seketus itu.
“ Maksud kamu?” tanyaku
balik bertanya.
“ Ya…ngapain juga kamu
nyuruh-nyuruh aku datang kesini? Merepotkan saja…” katanya santai, tanpa
menoleh sedikitpun kearahku. Aku mengernyitkan dahi, marah plus sebel.
“ Nggak kok! Aku cuman
pengen tau aja wajah tengkorak hidup yang dulu itu kaya’ apa? “ aku mencoba
santai, meredam gejolak emosi yang tulennya nggak bisa dibendung. Yah… untuk
sekarang aku harus mencoba sabar, kalem dan banyak tersenyum. Apalagi sekarang
aku udah jadi mahasiswa. Nggak layak kan…kaya’ anak kecil lagi.
“ Ngapain ngelamun? Kaget
ya… ngeliat aku yang udah berubah, tambah cakep. Nggak seperti kamu.” What?!
Apa yang dia bilang barusan? Ya…emang
benar sih dia tambah cakep, tapi nggak perlu dong pake’ membangga-banggakan
diri seperti itu, apalagi menyindirku. NARSIS banget, tau!
“ Ada hal yang lebih
penting daripada itu. Apa kamu udah siap untuk dengerin?” Urgh…lagi-lagi dia
nggak jawab! Malah tersenyum angkuh gitu. Aduh gimana nih…apa aku harus
menceritakan semua ini ama dia yang sepertinya nggak bakal dengerin aku.
“ Kok diam? Ya udah
ngomong aja! Lagian aku udah bosen duduk lama-lama disini.” Dengan hati yang
sangat panas aku paksa-paksain untuk tersenyum sabar.
“ Aku….”
“ Hai Mel “ sapa seorang
cowok tepat dibelakang Kei.
“ Hai…mau kemana,Mas?”
tanyaku spontan. Itu kan si Eming.
“ Nganterin ….” sambil
melirik kearah cewek disebelahnya.
“ O…gacoan ya? Baru nih…?”
godaku. Ia hanya tersenyum sumringah dan mengerlingkan mata supaya aku tidak
bertanya lebih jauh lagi tentang mantan-mantannya. Fuhh…untung aja aku orang
yang mengerti. He…
“
Ok Mel, aku cabut dulu ya…” aku hanya mengangguk. Seusai Eming dan ceweknya
berlalu, aku kembali ke masalahku yang tadi, omongan yang terputus.
“ Sorry “ aku terdiam sejenak
dan aku merasa tidak enak saat ia mulai membosankn. “ Well, kita lanjutkan. “
tapi dia belum juga menatap kearahku. Dan itu membuat kata-kata yang ingin aku
omongin jadi nyangkut di leher.” aku…” Urgh…kenapa juga Hpku berbunyi. Ganggu
aja!
“ Entar ya aku angkat
telpon dulu. Ya ada apa Bi? Apa? Loh…jadi sekarang kamu nggak di Jakarta lagi
dong? Trus kamu ama siapa pergi Riset ke Jember?, Kenapa nggak ngajakin si Ayuz
aja?, Entar aja deh aku masih ada urusan nih…iya.Wa’alaikumsalam” setelah
kumatikan, buru-buru aku taruh Hpku ke saku dan kembali menatapnya yang mulai
udah malas duduk lama-lama.
“ Sorry ya…kamu jadi
nungguin deh” lagi-lagi aku tersenyum manis buat dia. Dia hanya mengangguk
mengerti. Ha? Dia ngasih respon ? nggak salah nih? Aku hanya bisa mengembangkan
senyumku.
“ Sebenarnya aku nyuruh
kamu jauh-jauh datang kesini, cuman pengen bilang, kalau aku…” Aku terdiam
sebentar. Ragu akan kata-kata yang akan aku lontarkan setelah ini.
“… nggak bisa ngelupain kamu.” Aku
terdiam. Dia juga terdiam. Apa aku salah ngomong ya? Wah…padahal itu adalah
perasaanku yang paling jujur lho…Tapi kenapa dia cuma diam aja.
“ Aku benar-benar minta
maaf, merepotkan kamu.” Aku begitu nggak tenang melihat ekspresinya yang mulai
ngejutekin.
“ Hmfgh…biasa aja lagi!
Aku kesini bukan karena kamu” jawabnya santai
“ M…maksud kamu?” aku
bertanya manyun. Benar deh aku nggak tahu apa maksud dia.
“ Ya… aku datang jauh-jauh
kesini karena ada acara praktek kuliah aku.” Aku mengerutkan kening tanda udah
ngerti apa yang dia maksud. So…dari tadi aku GR banget ya…sampai-sampai aku
benar-benar merasa merepotkan dia hanya karena aku mau ngomongin hal yang nggak
penting begini. Aku mengangguk-anggukkan kepala seperti orang bodoh yang habis
kena tohok. Sedikit mangkal juga sih…
“ Udah? Kamu cuman ngomong
itu aja khan? Soalnya aku keburu banget mo balik ke Yogya” omongannya nyebelin
banget! Udah tadi datang telat eh…sekarang mo pulang duluan. Keparat nggak sih?
“ Ya” jawabku singkat.
Lalu ia beranjak dari meja dan tersenyum setengah manusia sambil mengangkat
alisnya. Benar-benar khas senyuman orang sombong dan angkuh kaya’ dia. Mana Ice
creamnya nggak dimakan!. Aku yang bayar pula!. Hrghhhh…orang keparat!
“ Hai… Mel. Ma siapa? “
“ Eh… Lexi, nggak ada
sendiri aja. Mau kemana?” tanyaku. Cowok super kece yang ada didepanku itu salah
satu cowok idola dari Jakarta di kampusku.
“ Dari jalan-jalan
sih…udah lama disini?”
“ Iya sih, baru aja mo
pulang.” Jawabku jujur. Aku nggak mau dibilang cari kesempatan ngolor waktu
biar bisa ngobrol bareng cowok kece yang satu ini.
“ Sama dong. Gimana kalau
gue anter lo pulang. Mau?” Oh… ternyata jujur itu membawa keberuntungan ya ?.
hi…hi..hi…
“
Boleh…tapi aku mo bayar pesenanku tadi ya…” dia hanya mengangguk sambil
tersenyum super hangat.
“ Loh…kan udah dibayar,
mbak.” Kata pelayan busyet itu. Setelah
aku ada didepannya.
“ Belum, aku tadi belum
bayar kok.”
“ Tadi udah dibayarin ama
cowok mbak yang pertama.”
“ Maksud kamu?” kali ini
aku memang nggak tahu apa maksud dari pelayan ini.
“ Yah mbak gimana sih…kan
tadi ada cowok cakep yang duduk ama situ.” Gila! Emang dia pikir Lexi ini cowok
kedua aku gitu? Ya udah aku buru-buru kembali menghampiri Lexi yang udah ada
didepan ama Ninjanya. O..jadi dia pulang duluan tapi masih sempat-sempat mo
bayarin ?. Yah…syukurlah. Itu baru namanya cowok. He…he..he…bukannya matre nih.
oooOOOooo
“ Gila! Kenapa juga aku datang jauh-jauh
kesini hanya untuk menuhi kemauannya.” Tanyaku sambil tersenyum sendiri.
Ya…sebenarnya aku tahu, aku masih merasakan sesuatu yang dulu. Semacam De javu
lah…. Aku juga nggak nyangka kalau Mela bakal nelpon aku. Berarti dia masih
inget aku dong? Lagi-lagi aku tersenyum sendiri. Aku tetap mengendarai Ninja
hitamku dengan santai. Bukannya janjiannya jam satu nanti. Mungkin setengah jam
lagi aku bakal sampai ketempat tujuan. Sialnya dia yang menentukan tempatnya.
Dan lebih sialnya dia ngajakin aku makan ditempat Ice Cream, tempat terkutuk
buatku. Ya apa dikata dia jago nyerebet duluan. Hmmm. Dipikir-pikir sekarang
wajah dia seperti apa ya…Busyet! Kenapa juga aku masih kagok ketemu dia. Apa
karena kita udah lama nggak ketemu? Masa bodoh emang aku pikirin!
Kota ini masih dua tahun
aku tinggalkan. Ya…karena aku harus kuliah di Yogya. Apa dia tahu kalau
sekarang aku udah agak lupa ama wajahnya. Hmfh…rasain aja kenapa juga dia
benci-benci ama aku. Kenapa juga dia mengacuhkan cintaku dulu. Sampai akhirnya
dia jujur ama aku kalau dia juga cinta ama aku. Hegh... Sayangnya… dia bilang
waktu aku dan dia udah pada jauhan. Jauh banget, rasanya aku nggak akan bisa
lagi melihat wajahnya. Wajah yang kadang membuat aku gemas karena tingkahnya
yang kelaki-lakian. Aku sebenarnya sadar semua itu juga salahku, waktu itu dia
memang belum tahu atau pura-pura nggak tahu kalau aku mencintainya. Malah yang
dia tahu aku adalah musuh bebuyutan dia. Argh…kenapa aku jadi mengingat masa
lalu. Tapi dipikir-pikir, kalau boleh jujur dia emang terlalu kuat buat aku.
Butuh waktu lama untuk melupakannya. Gawat! Kenapa aku jadi melamun begini?
Bisa-bisa aku telat nih…Wah aku benar-benar telat. Lima menit lagi mungkin aku
akan sampai. Aku mengendarai motorku
pelan-pelan. Karena swear! Aku lupa mana tempat Ice Cream yang dia maksud.
Kalau nggak salah Jl. Tamrin ya….berarti dekat jembatan Diva Double X. Dan
nah…itu dia! Norak banget, kenapa juga nungguin didekat kaca. Mungkin dia pikir
biar gampang dicari. Hergh … dasar cewek aneh!
“Aku nggak telat khan?”
tanyaku sok santai. Aku tahu dia kaget banget ngeliat aku yang udah duduk manis
didepan dia. Salah siapa dia pakai acara ngobrol asyik sama pelayan sengak itu.
“
Jam satu lewat lima belas menit, mas” jawabnya ketus. Ini nih wajah khas dia.
Nggak berubah banget. Tapi sayangnya aku malah lebih suka melihat dia seperti
itu. Kelihatan tambah manis. Ya…ya…lima tahun kan? Lumayan dia udah mulai…tanpa
aku sadari aku tersenyum-senyum sendiri melihat dia yang ternyata masih nggak
suka pakai make-up.
“ Why? Is there trouble on me?” tanyanya yang membuat aku tersadar
dari lamunanku. Tapi nggak usah khawatir, dia masih penasaran dengan semua
jalan pikiranku. Karena dimata dia aku adalah sosok yang paling nyebelin,
paling sombong, paling angkuh dan paling nggak mengerti perasaan dia. Dan satu
lagi ternyata yang membuat dia luluh didepanku adalah karena sikapku yang
dingin..
“ Maksud kamu?”
eh..ditanya malah balik tanya. Apa dia nggak denger ama yang aku omongin.
“ Ya…ngapain juga kamu
nyuruh-nyuruh aku datang kesini? Merepotkan saja.” Wah…kenapa aku bisa ngomong
seperti ini? Tapi aku juga bersyukur masih bisa menjaga sikap santaiku,
walaupun aslinya aku benar-benar kaku duduk didepan dia. Aku mulai merasa
sesuatu yang berbeda pada rautnya. Dia marah karena tersinggung dengan pertanyaanku.
Dan aku tidak menyangka kalau dia bakal ngomong seperti itu. Hmfgh…dia masih
mengatai aku ‘Tengkorak Hidup’. Benar-benar norak. Apa dia tidak sadar kalau
aku udah ganteng kaya’ begini. Dan perlu dia ketahui kalau aku udah bukan cowok
kurus yang cungkring lagi.
“ Ngapain ngelamun? Kaget
ya…ngeliat aku yang udah berubah, tambah cakep. Nggak seperti kamu”
Weits…sebenarnya bukan itu yang ingin aku katakan, tapi aku emang sengaja
mancing emosi dia. Emang enak duduk didepan orang yang lagi melamun?
Dan, wah…aku benar-benar
berhasil membuat dia sebal sama aku. Itulah yang aku rindukan dari sosoknya.
“Ada
hal yang lebih penting daripada itu. Apa kamu udah siap untuk dengerin?” Aku
hanya tersenyum. Hal yang lebih penting? What? Dia ingin aku jadi pacar dia?
Atau dia kangen berat sama aku. Dalam hati aku tersenyum menang.
Sialnya saat aku suruh dia
ngomong, ada seseorang dibelakangku yang berani-beraninya mengganggu misiku.
Yah…mungkin teman dia yang lagi lewat. Oke…aku hargai, bukankah itu kebetulan.
Selang beberapa waktu cowok yang lagi jalan ama ceweknya itu udah pergi.
“ Sorry” dia terdiam.
Kenapa aku jadi canggung begini? Diamnya membuat aku sedikit kaku. “ Well, kita
lanjutkan “ aku harus mengakui kalau aku benar-benar nervous melihat kearahnya.
“ aku…” fuhhh…baru aja dia mo ngomong, eh…tiba-tiba aja Hpnya bunyi. Dasar
Nenek menyebalkan! Dimatikan kenapa dari tadi, biar nggak ganggu orang aja.
Bosen nih…dicuekin terus. Terpaksa aku perhatikan dia yang lagi ngobrol sama
ya…mungkin temannya juga. Yang pasti cowok. Lagian mana ada teman cewek dia?
Kalaupun ada pasti bisa dihitung. Aku tahu dia sedikit takut ngobrol lama-lama,
karena aku menunjukkan mimik muka kesal ada didepan dia.
“ Sorry ya…kamu jadi
nungguin deh” katanya dengan tampang bersalah. Dan aku benar-benar nggak tega
ngeliat dia yang udah tersenyum manis seperti itu. Bukankah aku lama tidak
melihat senyumnya yang semanis itu? Finally
aku hanya mengangguk tanda mengerti.
Aku
benar-benar shock dengan apa yang dia
lontarkan barusan. Dia masih nggak bisa ngelupain aku? Apa aku yang salah
dengar ya? Oh God! Mela, bukankah ini
sudah berlalu lima tahun. Kenapa kamu masih bisa mengingat semua itu dengan
manisnya.
“ Aku benar-benar minta
maaf merepotkan kamu” aku jadi nggak tega banget, membuat dia jadi serba salah
dengan kedatanganku yang memang super mendadak. Jauh, lagi!
“ Hmfhg…biasa aja lagi!
Aku kesini bukan karena kamu.” Aku tahu dia akan kaget banget mendengarnya.
Tapi apa boleh buat, aku harus berbohong sama dia sekarang. Aku terpakasa melakukannya,
Mel. Karena aku nggak mau kamu tidak bisa berhenti mencintai lelaki yang sudah
menjadi milik orang lain. Kamu sangat terlambat untuk mengatakan semua ini.
Aku melihat raut mukanya yang mungkin sangat kecewa mendengar sesuatu yang
jauh dari harapannya.
“ Udah? Kamu cuman mo
bilang itu aja khan? Soalnya aku keburu banget mo balik ke Yogya” aku juga tahu
kalau kata-kataku yang barusan membuat dia semakin sebal.
“ Ya” jawabnya yang
membuat hatiku juga sakit, sedikit. Maafin aku, Mel! Aku tidak tahu harus
bilang apa lagi. Aku hanya tidak ingin melihat kamu lebih menderita hanya
karena menunggu cinta yang tidak mungkin kamu miliki. Cinta yang udah pergi
darimu. Cinta yang mungkin sulit kamu raih. Aku senang akhirnya kamu
mencintaiku juga. Tapi aku juga sedih melihat kamu kecewa. Aku tidak bisa
berbuat apa-apa Mel. Dengan berat hati aku beranjak berdiri meninggalkannya. Tapi
sebelumnya aku bayar dulu Ice Cream yang udah dia pesan buat aku, ya…sekalian
yang udah dia makan.
But swear! Aku jadi
berhenti melangkah pergi saat ada cowok, sebenarnya aku tidak mau mengakui
kalau cowok itu memang keren. Udah ada didepan Mela. Sialnya Mela mengenal
cowok itu. Ya…lagi-lagi mungkin itu temannya juga. Kalau begini aku menyesal
kenapa tidak mengajak Mela pulang sekalian. Tidak sadar aku sudah memukul setir
motorku.
oooOOOooo
2. PRA RENDEZVOUS
Benar-benar menyebalkan! Kalau aku tahu apa yang
akan terjadi saat itu, mungkin aku nggak akan pernah membuat acara untuk nelpon
dia apalagi ketemu dia. Urghhhh…..aku benar-benar sebel sama dia. Kesal! Benci!
Jijik malah…Ya allah! Terbuat dari apa hati dia sebenarnya? Apa dia benar-benar
orang yang nggak punya perasaan? Apapun dia, sekarang aku muak sama dia. Dan
rasanya aku tidak ingin pernah bertemu dia lagi.
Aku menjatuhkan tubuhku di
atas tempat tidur. Rasanya aku sangat lelah hari ini. Mana Lexi ngajakin aku
jalan. Fuhh….kupejamkan mataku rapat-rapat, sambil menarik nafas yang terasa
sangat berat untukku.
“ Kei…aku tidak pernah
menyangka kamu akan berubah seperti itu. Mengacuhkanku. Bukankah dulu kau juga
merasakan rasa ini? Tapi kenapa saat aku bilang jujur sama kamu, kamu malah
pura-pura tidak mendengarnya.”
“ Harusnya kamu sadar dong,Mel! Udah lima tahun kamu ama Kei nggak
pernah ketemu, mungkin waktu selama itu ada banyak hal yang terjadi dalam
hidupnya. Mungkin dia udah punya cewek yang lain, yang lebih berada ketimbang
kamu. Mungkin juga dia udah sangat lupa dengan rasa yang kamu maksud itu.” Ini
sih…kata-kata dari hatiku. Yang selalu muncul seenak udel saat aku lagi kacau,
tapi tidak sekacau ini. Yah….mungkin ada benarnya dengan apa yang dikatakan
hatiku.
Aku terlonjak kaget oleh
suara Hpku, alunan musik I don’t wanna
knownya Mario Winans. Tapi saat aku akan mengangkatnya, udah mati duluan.
Sial! Siapa sih…yang iseng banget MissCall
aku? Gerutuku kesal. Nggak lama suara musik yang berbeda bunyi, lagunya Madonna
yang Frozen. He..he..he..penting
nggak sih? Kalau udah Madonna yang nyanyi berarti ada sms masuk dong, dan
yup…ternyata benar
1 New Message
|
From:
081337256711
Hi, Mel! Maafin aku y? Q g’ bermksud ninggaln km wkt itu. Q
juga minta maaf kl kmren is u’r bad dating.
Aku mendesah melemas. Kei!
Kenapa dia masih sempat minta maaf segala. Kubanting Hpku disamping buku note. Mungkin
dari sekarang aku harus mencoba melupakan segala sesuatu tentangnya. Apalagi
rasa yang selalu mengejarku tanpa batas. Rasa yang seakan-akan menjeratku untuk
tidak berpaling darinya. Oh… taukah dia tentang semua yang aku rasakan ini?
Ya…aku sadar memang sudah lima tahun berlalu tapi kenapa juga aku tidak bisa
membunuh rasa keparat ini. Cinta. Cintalah yang membuat kacau hidupku. Dan aku
merasa hidup ini tidak adil jika dia tidak merasakan juga apa yang aku rasakan.
Rindu..yang aku rasa sangat mencekam semua naluriku. Arghh….lagi-lagi aku
mengerang. Aku bosan dengan semua ini. Aku muak dengan rasa ini. Tapi bagaimana
caranya agar aku bisa mengeyahkannya? Bagaimana?
“ Hai..mbak Mel! Ada cowok
yang lagi nyariin tuh..” ah..aku menggeliat dengan sekuat tenaga. Kulihat Sasa
lagi berdiri diambang pintu.
“ Bilang aja aku nggak ada!”pintaku
pada Sasa. Dan aku kembali tengkurap memeluk guling didepanku.
“ Sayang banget
lho…cowoknya super kece. Entar akunya yang nggak tega bilang ama dia kalau mbak
Mela nggak ada. Pulang dengan tangan hampa? Kasihan kan…” Urghhh…dasar Sasa
nggak tahu diri. Mana dia tahu kalau aku sekarang lagi badmood dan rasanya nggak pengen ngelakuin everything!
“ Ya udah..bilang ama dia
tunggu sebentar”sungutku kesal.
“
Ye…mau ketemu cowok kece aja pake’ marah segala. Kalau nggak suka bilang ama
aku aja mbak?” lalu dia cepat-cepat pergi keluar sebelum aku tipung dia pake’
golok eh maksudku guling yang ada ditanganku. Lima menit kemudian..
“ Eh…lu Lex? Ada apa
nih…tumben-tumbennya kamu datang kerumahku? “ tanyaku basa-basi. Benar Sasa
sih..sayang banget kan kalau aku ngelewatin acara ngobrol ini. Lexi hanya
tersenyum malu. Dia kelihatan tambah keren aja ama celana belelnya itu apalagi
pakai kaus nike putih. U are cool, man!
Seruku dalam hati.
“ Nggak ada sih…bukannya tadi
lu udah mau pergi ama gue dan kebetulan juga gue lewat depan rumah lu, So
sekalian mampir aja. Nggak ganggu kan?” What? Oke…karena muka lu udah ngebuat
aku tipsy begini, so mana tega aku bilang kalau kamu emang benar-benar ganggu
aku?
“ ganggu? Nggak ..lagian
aku cuman lay down aja dikamar”
“ Oya?” tanyanya
meyakinkan. Aku hanya mengangguk berulang-ulang, itupun tanpa kusadari dan aku
berhenti saat Lexi melihatku dengan mengerutkan kening. Mungkin dia pikir aku
lagi seteres alias stres!
“ Kamu butuh suasana
baru?” nah…apa aku pikir? Dia benar-benar menganggapku udah stres berat. Emang
kelihatan banget ya? ( bertanya dengan mimik muka melas)
“ Oh…boleh. Kemana?”
“ Terserah lu aja deh…”
“ Mmmm..gimana kalau kita
pergi kepantai aja?”
“ It’s not bad idea” iapun tersenyum manis. Seolah-olah dia sangat
prihatin dengan keadaanku.
“ Ok! Aku ganti baju dulu
ya…”
oooOOOooo
“ Hei…monyet! Kenapa lo…nggak biasa-biasanya
lo error kaya’ gini?” aku mendesah pelan. Sin menggangguku pagi-pagi. Brengsek!
Apa dia tidak tahu kalau aku lagi capek banget.
“ Hei…anak monyet! Bangun
lo! Emang lo mo nunggu bokap lo nyiram aer ke muka lo, hah?” aku menggeliat
kesal. Melihat jam beker yang ada disebelah bantalku. Gila! Jam tujuh
seperempat? Tanpa pikir panjang aku terlonjak dari tempat tidur. Bukannya jam
setengah delapan aku ada kuliah pagi? Sambil menyambar handuk, pakaian (pakaian
dalam sih…) aku berlari kedalam kamar mandi. Ya..tentu aku tidak lupa mengomeli
Sin.
“ Gue lagi setengah error”
Sin yang ada didepanku melongokkan matanya. Seolah-olah ia tidak percaya dengan
perkataanku. Ia mengaduk-aduk Latte yang
baru aja ia pesan. Setelah kita selesai menghadapi mata pelajaran Tata Negara.
Walaupun tadi aku terlambat masuk lima menit. Itu kan tidak masalah, kesalahan
fatal.
“ Lo lagi error? Why? Bukannya lo kemaren ke…mana tuh? Tempatnya si cewek yang lo
omongin kemaren..”
“ Ke Semarang”
“ What? Ke Semarang? Jadi…kapan hari itu lo bawa motor pagi-pagi
pergi ke Semarang? Nekat banget lo,man!” aku mengaduk Cappucinoku berkali-kali.
Apa aku harus menceritakannya sama anak anjing satu ini? Tentang …ya tentang
sosok yang sangat aku kenal itu. Mela.
“
Emang cewek itu siapa lo? Gacoan lo yang ke dua gitu? Terus si Angel lo taruh mana?”
Sin mulai darah tinggi lagi. Semua mata pasti tahu kalau anak anjing yang satu
ini lagi berapi-api tanpa korek sekalipun.
“ Tenang aja, bro! dia
bukan siapa-siapa gue. Dia hanya teman SMP gue dulu waktu di Semarang”
“ Teman SMP? Yang benar
aja dong, Kei. Kalau dia emang temen lo, garis bawahi ni ya…ha-nya se-o-rang te-men.
Kenapa lo sampai nekat pergi ke Semarang pulang pergi hanya untuk menemui dia?
Mustahal kan, man? Gue yakin pasti lo ada cerita sama cewek itu, siapa
namanya?” Aku mendengus, belum dikasih tahu aja udah sok nyelidiki. Dasar anak
anjing!
“ Mela” aku kelihatan
bergetar waktu melontarkan namanya. Aku menunduk takut kalau Sin tahu. Tapi dia
hanya terdiam, dan tak lepas melihat kearahku. Lurus! Kearahku. Apa-apaan sih…
“ Oke…gue bakal cerita
anak anjing.” Akhirnya dia tersenyum menang sambil meneguk Lattenya. Butuh
sepuluh menit untuk menceritakan semua kisah tentang aku dan Mela sama Sin. Aku
yakin dia pasti tahu perasaanku. Perasaan yang sebenarnya separuh nafas.
Ohh..Tuhan! aku kembali lagi kelima tahun lalu.
“ So, Angel lo taruh
mana?” tanyanya sambil memainkan alis matanya, yang notabene mirip sincan.
“ Gue jalani aja seperti
biasanya”
“ Terus, apa lo nggak
minta maaf ama dia? Telpon kek!” iya juga, kenapa aku tidak kepikiran itu. Atau
mungkin aku terlalu, jujur aku memang gengsi didepan dia. Boleh dikatakan
munafik! Aku tidak berani untuk meneleponnya, lebih baik aku pakai sms aja.
“ Gimana udah terkirim
belum?”
“ Lo bawel banget sih”
lima menit…sepuluh menit…lima belas menit…kenapa nggak dibalas.
“ Gue rasa dia emang
benar-benar marah sama gue Sin” Sin memukul meja, tapi pelan. Takut numpahin
minumannya yang belum habis.
“ Itu resiko lo”
oooOOOooo
3. DADDY . . .
Sudah hampir satu minggu ini Mela melupakan
sosok yang pernah membuatnya malu setengah hidup. Sosok yang tidak asing lagi
dalam hidupnya. Mungkin berkat kehadiran
si cowok jangkung putih itu,Lexi. Membuatnya lupa akan apa yang pernah ia
lakukan. Hal terbodoh sedunia. Hal bodoh yang tidak pernah ia lakukan didunia
ini sebelumnya.
“ Jadi hubungan lo sama
dia hanya perasaan semu?” tanya seorang cowok yang baru-baru ini lagi intim
dengannya. Mungkin Mela sudah menceritakan kisahnya padanya.
“ Ya bisa dibilang begitu
sih”
“ Maksud lo?” Mela tidak
mengubrisnya. Ia sibuk membolak-balik novel barunya.
“ Mela…maksud lo apa sih?”
Mela menjatuhkan bukunya diatas meja makan itu. Ya..malam ini ia memang sengaja
mengajak cowok itu untuk menemaninya malam ini. Setidaknya untuk having fun melepas lelah.
“ Aduh Rei…masa sih lo
nggak tahu apa yang gue maksud? Lemot amat sih…He…he…he…sorry nggak bermaksud”
Rei hanya tersenyum kecut. Mela
menggodanya dengan tersenyum nakal.
“ Sebenarnya dia yang suka
ama gue dulu, tapi sayang banget waktunya nggak memungkinkan. Mana ada musuh
bebuyutan suka ama musuhnya sendiri? Nggak lucu kan?” Rei tertawa hampir
membuat makanan didepannya tumpah.
“ Gue juga nggak tahu kalau si Faust IX itu lagi
demen ama gue. Habis dia nggak bilang-bilang sih. Jadinya, gue kena getahnya
pas gue ama dia pada jauhan. Dan nggak pernah ketemu lagi. Nyesel nggak sih…”
Mela mendesah, seakan-akan ia baru saja mendapat sekarung besi yang harus
dipikul.
“ Aneh juga cerita lo,Mel”
Mela hanya mengangguk berat, ia melihat Rei yang sedang menyantap makan
malamnya dengan bernafsu dengan mata kosong. Sesuatu sedang menyerangnya lagi,
virus kebencian atau virus cinta keparat! Menghadirkan sosok yang membuat
lambungnya terangkat dan ingin memuntahkan semua yang ada diperutnya. Inginnya
sih begitu tapi ia segera mengurungkannya. Karena Rei masih bernafsu menyantap
semangkuk soto babat makanan favoritnya.
“ Nggak dimakan Mel?” Rei
membuyarkan sinopsisnya.
“ Nggak tahu nih tiba-tiba
aja gue jadi kenyang”
“ Ya udah abis ini gue
anter pulang ya..” Mela mengangguk setuju. Dia sudah bosan duduk lama-lama
ditempat yang membuat sesosok mahluk, semacam tengkorak hidup, menurutnya.
Datang menghantuinya lagi dan membuat jantung dan paru-parunya sesak,
seolah-olah terangkat oleh tulang ruas dan ingin menyembul keluar.
oooOOOooo
“ Sasa! Kamu lagi ngapain aja sih? Kenapa
kertas-kertas ini pada berserakan seenak udel?!” Mela uring-uringan dan
membanting tasnya diatas sofa yang super berantakan. Sasa. Tapi tak ada jawaban
dari adiknya. Yang keluar malah Ayah! Lagi-lagi ia mendengus.
“ Ayah paling tidak suka
kamu datang dan berteriak-teriak seperti itu, apa kamu tidak sadar sudah
berumur berapa kamu sekarang?” Ia tahu bakal menerima mutiara ‘kabut’ dari
ayahnya.
“Emang dia anggap aku masih
anak balita apa?” ia menggerutu kesal sambil menarik selembar kertas yang ada
di meja.
“ Apa Ayah tidak lihat,
Sasa lagi mengocrat-acritkan kertas-kertas ini, Mela nggak salah kan kalau Mela
memanggil Sasa untuk membereskannya” Ayahnya beralih duduk disebelah meja
dekatnya.
“
Sasa lagi Ayah suruh pergi untuk beli telur, ayah lapar ingin makan. Kamu saja
yang membersihkan!”
“ What? Apa aku nggak
salah dengar? Enak banget Sasa yang bikin onar aku yang diuruh beresin
uhhhhhh…” lagi-lagi ia menggerutu tak karuan. Hampir saja air matanya jatuh
tapi nggak jadi, karena ada monster yang lagi mengawasinya. Yang siap
menerkamnya bila ia melawan perintahnya. Ia tak lagi ingat berapa umurnya
sekarang. Apakah pantas seumur dia merengek menangisi ulah adiknya yang menyebalkan,
setidaknya begitu untuknya. Ia tak lagi berpikir apa pantas Mahasiswa semester
empat masih kekanak-kanakan seperti dia. Hampir menangis saat sang Monster
menyuruhnya dengan tidak adil disaat yang tidak tepat. Pulang dari melepas
lelah dan mendapat lelah lagi. Haruskah ia mengalah untuk adiknya. Membereskan
kertas-kertas yang sudah tidur kemana-mana. Yah…seperti sekretaris kantor yang
lagi tipsy karena atasannya memberikan setumpuk dokumen yang harus diselesaikan
malam itu juga. Hatinya ingin menjerit saat ini juga. Dan membakar
kertas-kertas keparat itu. Tak lagi berpikir kertas penting macam apa yang
dipegangnya. Tapi Tuhan memihaknya malam ini. Entah keajaiban apa yang pasti
kertas-kertas itu telah tersusun rapi ditangannya. Tanpa ia sadari. Ia meletakkannya
diatas meja dekat TV dimana biasanya Sasa menaruh barangnya disana. Dan secepat
mungkin ia berlari kekamar. Menutup pintu rapat-rapat. Biar tidak ada yang
menganggu. Lalu membantingkan tubuhnya diatas kasur, tidur. Melepas kepenatan
yang ia rasakan hari ini. Dan ia berpikir masihkah ada nafas yang keluar dari
rahangnya.
oooOOOooo
“ Kei! Ada yang ingin papa bicarakan denganmu” Kei
beringsut kearah papanya diruang keluarga. Ia melihat gelagat aneh pada diri
papanya. Tidak seperti sewajarnya. Ia memilih duduk didepan papanya yang masih
asyik mengisap cerutu.
“ Ada apa,Pa?”
“ Mamamu kemarin telepon,
dan masih membicarakan tentangmu…” sesekali sang papa mengisap rokoknya. “ ..ia
ingin kamu kembali lagi dengannya……..ya papa hanya bertanya padamu, karena ini
tentang masa depanmu. Apa rencanamu? Apa kamu masih ingin kuliah disini atau
ikut dengan mamamu?” Ia bertanya dengan nafas berat. Dan Kei menundukkan
kepalanya dalam-dalam. Apa yang ia pikirkan?
“ Papa juga tahu kalau Kei
sudah terlanjur kuliah disini. Lagipula Kei ingin tinggal dengan papa saat ini.
Bukankah Kei sudah lama tinggal sama mama.” Sebuah senyum tersungging dari
wajah papanya. Pernyataan yang membuat lega hatinya.
“ Ya sudahlah…papa hanya
meyakinkan hatimu dan tekadmu saja. Papa tidak ingin bertengkar lagi dengan
mamamu. Papa yakin kamu sudah mengerti Kei. Sekarang kamu sudah menjadi ksatria
yang siap dengan jalannya.” Kei hanya mengangguk mengerti. oooOOOooo
4. ABI, LEXI, DAN SIX SENSEKU
Aku benci jika aku sedang berhadapan dengan ayahku.
Apa dia sama sekali tidak pernah mengerti aku. Aku bukan anak balita lagi yang
bisa dibohongi dengan segala gelagat. Dan gelagat ayahku sendiri yang membuat
aku merasa tidak berarti walaupun aku serumah dengan mereka. Lama-lama aku
bosan hanya ada didalam rumah ini. Aku muak! Dengan semua cas-cis-cusnya. Entah
angin apa yang menyuruhku untuk keluar saja dari sini. Kabur sejauh mungkin,
hidup sendiri, dan akan aku buktikan kalau aku juga manusia berguna,
yah…setidaknya begitu untuk yang lain.
Kupandangi langit-langit
kamar. Memutar-mutar hp. Dan aku merasa tertarik dengan rencana gila yang
disampaikan angin baru saja,itu. Apa aku harus benar-benar melakukannya?
Bagaimana dengan kuliahku? Atau aku berhenti saja lalu menggantinya dengan
mencari pekerjaan yang cocok buat aku? Asal jangan berkupu-kupu malam aja. Ah…aku
tidak mau jadi anak kurang ajar dengan cara kabur seperti itu. Gimana kalau aku
jujur aja ama Bokap? Ya…ya…ya…itu ide yang bagus. Masalah dia mau jadi ‘Garang’
itu urusan belakang. Tapi tujuanku kemana ya? Hpku berbunyi, melonjakkan aku
saja. Abi!
“ Ya, apa,Bi?”
“ Gila lu ya! Kenapa ama
hp lu? Dari kemaren nih gue hubungin lu tapi nggak diangkat-angkat ama lu.”
“ Ya ampun sorry Bi. Abiz
kemaren ada badai gitu dirumah gue” jawabku sekenanya.
“ Badai? Badai apa’an?”
“ He..he maksud gue, gue
lagi sebel aja ama bokap. Oya ada apa telpon-telpon? Mo ngasih tahu kalau lu
lagi happy ending di Jember? Banyak cowok cakepnya nggak?”
“ Nenek lu! Maen cerocos
aja. Gue udah mo balik nih…kemaren sih lumayan enjoylah ada disini. Malah gue
sempet jalan-jalan ama Ayuz ke…aduh apa namanya ya…oya ke salah satu pantai
disana, itu loh nek yang lu ceritain ama gue waktu itu”
“ Hah…masa siy gue pernah
cerita tentang Jember ama lu? Perasaan nggak deh…lunya aja kali yang kebanyakan
image.”
“ Ya ampun lu tuh
benar-benar nenek ya…pikun! Watu ulo itu loh Nek, yang lu bilang batunya mirip
ular” ha..ha… aku jadi ingin ketawa. Dasar Abi! Suaranya kedengaran bego’
banget. Kalau aku jujur ama dia, pasti dia bakal ngambek ama aku dan nggak akan
telpon-telpon aku selama seminggu. Sakartis banget!
“ O…ya…ya… gimana bagus
mana ama yang digambar?”
“ Aslinya nek,udah ya nek
gue masih mo masukin barang. Ayuz udah KO’IT tuh. Apa perlu gue mampir kerumah
lu sebentar?”
“ Yah…terserah lu aja deh.
Kalau lu masih capek nggak usah dipaksain deh” Abi hanya mengiyakan dan
langsung menutup ponselnya. Kembali aku membanting tubuhku yang terasa lebih
ringan dari sebelumnya. Kucoba untuk
memejamkan mata yang memang terasa sedikit lelah. Kei! Hah! Aku langsung bangun
dan duduk dengan muka bengong. Dan sukses memukul jidatku sendiri. Kenapa
bisa-bisanya Kei masuk dalam pikiranku tanpa surat ijin dulu. Di saat aku ingin
istirahat sejenak aja. Waaaa…..!!!! aku menjerit sekuat-kuatnya kalau saja
tidak ditutupi bantal mungkin dinding kamarku bakal retak dan roboh dengan
suksesnya. Dia sangat menggangguku! Please dong tengkorak, lu pergi aja dulu
gih…ijnkan aku tidur dengan tentram, nyenyak, aman, dan sejahtera. He..he kaya’ maen poskamling aja. Bukannya itu
keinginan para Pak RT? Maaf saya sita dulu Pak!
oooOOOooo
“ Sorry ya Mel, gue nggak jadi mampir kerumah lu,
abiz tiba-tiba aja Ayuz minta gue nungguin dia di Juanda Airport. Yah…bokap dia
lagi liburan kesana. So Ayuz ikutan gitu. Lu nggak marah kan?” swear! Telingaku
rasanya mo budek, gara-gara si Abi telpon aku pake’ semangat 45 segala. Mana
hari udah pagi lagi. Aku menggeliat sambil menendang gulingku sampai jatuh. Dan
menyadarkan pikiranku yang masih setengah sadar.
“ Ho_oh! Kagak pape. Tapi
lu busyet banget ganggu ketenangan mati gue. Lu tau sendiri kan kalau gue tuh
takut banget ama sinar matahari”
“ Sorry deh nek! Entar
kalau nggak buruan telpon, lunya yang marah. Gimana, lu udah hidup belum?”
tanya Abi pake’ nada sok culun, mirip banget ama suaranya Sponge Bob.
He..he..he.. “ Udah, buruan nih! Gue
mau bangun tau! Mo mandi, mo pergi kabur dari rumah, mo minggat bahasa batunya”
sungutku kesal. Gimana nggak kesal nih wong dia ganggu aku. Bangunin aku pake’
suara Sponge Bobnya. Udah gitu dia nggak jadi mampir kesini. Jalan-jalan kok
nggak ajak-ajak. Eh..salah deng! Akunya yang nggak mau waktu itu, kan lagi
Dating ama….( dengan nada kesal,sebal,bete’,keki,jutek, dan hampir mirip ama
wajahnya suneo gitu deh, kalau nggak diterpa ama cahaya matahari pagi ini)
ya…ama Si tengkorak hidup or bekennya Si Faust IX. Andai saja dia nggak
datang….( pikir sendiri deh! Aku masih nggak mood ngomongin dia)
“ Ya udah! Lagian aku mo
mandi. Ada planning ma Si Dinda. Who..ho…ho…sorry ya nek!” aku berasa ingin
muntah saja mendengar tawa jahanamnya. Keparat! Setega itukah dia kepadaku?
Mana dia nutup telpon dengan semangat pula! Dengan terpaksa aku berjalan kearah
kamar mandi. Ya..apalagi tujuan kalau udah nyampe kamar mandi kalau bukan
mandi. Siapa tahu banyak orang yang punya tujuan lain pergi kekamar mandi.
Contohnya pernah ada orang bilang sama aku, kalau dia suka banget sembunyi di
kamar mandi kalau udah bertengkar ama suaminya. Ada juga orang yang bilang ama
aku kalau dia mo bunuh diri di kamar mandi saja, gara- gara diputus ama
pacarnya yang udah jalan selama lima tahun. Katanya sih biar kamar mandi itu
akan jadi tempat sejarah baginya. ( iya, biar semua orang pada takut masuk
kamar mandinya,coz ada mayat menggelantung diatasnya) nggak lucu lah…) Aku menghabiskan
waktu tiga puluh menit untuk keluar dari kamar mandi. Soalnya aku masih ada
konser mendadak ( mandi sambil menyanyi). Fu..fu…fu…
Setelah
kukenakan kemeja biru langitku dipadan dengan celana Jean saja. Rambut aku ikat
seperti biasa. Sepatu ala kadarnya. Dan yang pasti masih nggak pake’ make up,
aku berangkat kuliah. Yang sebenarnya enggan banget mo pergi. Tapi apa boleh
buat. Dipikir-pikir, aku tuh punya niat nggak sih mo kuliah? He…he…he…( jangan
bilang ama bokap ya!) nggak usah dipikirin deh…yang penting aku harus dapet
angkot secepatnya. Kalau nggak, alamak! Aku akan jadi pinokio lagi. Tahu nggak
kalau dosen sastra inggrisku tuh genit banget, lah nggak genit gimana kalau aku
telat sedetik saja dia pasti menarik hidungku. Gilanya hal itu sudah jadi
tradisi dia dan aku. Lah…yang lain gimana? Masih untung aku nggak diembat ama
si Yala, kalau hampir tiap hari Mr. Hessel narik-narik hidungku. Dia pasti
marah dong kalau cowok idamannya harus berbelok menggodaku. Dan apa salahku?
Bukannya aku tidak sengaja untuk selalu datang terlambat. Siapa yang kesenangan
pagi-pagi harus berebut angkot ama banyak orang, coba? Wajarlah aku telat, wong
angkotnya selalu penuh in the morning.
Setuju nggak?
“ Gimana rasanya
dikejar-kejar pangeran dari negeri dongeng?” aku tidak jadi meneguk
Cappucinoku, seperti biasa kalau sudah keluar kelas. Karena Inet udah ada
didepanku.
“ Maksud saudara” aku
sengaja bertanya padanya dengan alis dinaikin keatas.
“ Alah…pura-pura bego! Si
Lexi itu loh…Lexi…Lexi Mel!” senyum centilnya kini berubah jadi senyum
tante-tante_maaf_ yang lagi kegemesan. Idih jijay banget!
“ Kenapa? Lu mau?”
“ Idih sewot banget sih
Mel! Entar kalau gue ambil sekalian apa lu nggak bakal bunuh gue? It’s awful, girl!” ia begidik sendiri.
He..he…he…mungkin dia lagi membayangkan aku sedang menggorok lehernya dan aku
jual ke penjual daging.
“ Gue sering ngeliat lu
lagi jalan ama Lexi minggu lalu. Karena gue penasaran banget, terpaksa gue
langsung nyemprot Lexi dengan macam-macam pertanyaan. Seperti, lu ada rasa ya
ama Mela? Kalo’ nggak kenapa lu kelihatan seneng banget waktu bebonceng ama
Mela? Jujur deh ama gue, gue tuh bukan orang lain buat Mela. Percaya deh ama
gue. Eh…abis itu dia cerita semuanya ama gue Mel. Ya…tentang pedekatenya ama
lu. Tentang begitu enaknya lu dilihatin ( emang gue boneka Teddy Bear yang
ngegemesin banyak orang) tentang rasa dia ama lu Mel. Gila! Lu beruntung banget
dapet cowok impian seperti itu Mel. Truz lu_nya gimana?” gini nih kalau aku
udah ketemu ama sahabat yang originalnya
edan! Mana cerewetnya melebihi aku, lagi. Aku menatapnya tak berkedip
sedetikpun. Biar nggak over prudish.
“ Morning Mel!” Hah! Panjang
umur banget si Lexi. Baru aja dia dipuja-puja ama Inet, belum nyampe satu menit
udah menongolkan sosoknya. Atau jangan-jangan tadi is Inets mantra?
“ Hi! Panjang umur
lu” Lexi duduk didekatku. Ia mengerutkan
kening tanda tdak mengerti apa yang aku maksud. Inet yang tahu gelagatku yang
mencurigakan langsung berdiri dari duduknya.
“ Gue cabut dulu ya Mel.
Gue lupa tadi mo pipis, he..he…he…” masuk akal nggak sih? Kebelet pipis kok
lupa! Dia tersenyum semanis mungkin, yang menurutku meringis malu. Dasar
kornet!
Sepeninggal Inet aku asyik mengobrol ama Lexi. Sampai mata kuliahku yang
kedua aku bakar gitu aja. Bukan demi Lexi, tapi emang dasarnya malez! Lexi. Apa
aku benar-benar menyukaimu seperti apa yang kamu rasakan untukku. Tanpa omongan
Inetpun aku sudah tahu semua rasa yang kamu berikan. Tidak seorangpun yang tahu
kalau aku punya six sense Lex.
Membaca pikiran orang lain. Termasuk pikiranmu. Dan masalahku sekarang yang
baru aku sadari, six sense_ku tak
mempan buat Kei. Kei? Aneh! Oh My God! Bukannya aku bisa membaca pikiran semua
orang. Tapi kenapa aku nggak bisa membaca pikiran si Cungkring satu ini. Atau
karena dia turunan si Faust, tengkorak hidup. Six sense_ku jadi terhalang? Lho…kok aku ingat dia lagi?
oooOOOooo
5. KEI’S MEMORIES
“ Swear! Gue males banget mo keluar. Lo aja sendiri,
emang mo kemana sih?” aku duduk disamping Sin yang lagi mau merayuku. Apa dia
tidak tahu kalau tampangku sudah seperti orang nggak ketulung? Capek!
“ Please Kei malam ini
aja. Gue jamin deh lo bakal seneng.” Aku tahu senyumnya dibuat semanis mungkin
dan semelas mungkin. Biar aku merasa prihatin sama dia. Emang aku orang tolol
apa?!
“ Mau pergi kemana sih lo,
bawel amat! Ajak tuh sekalian cewek lo.”
“ ya udah entar kalau lo
nyesel, jangan salahin gue. Gue janjian ama Angel di Café Dessu. Sebenarnya dia
yang ngajakin lo kesana. Gue kasihan tuh ama dia. Katanya lo lagi nyuekin dia.
Lo lagi psikopat ya? What about, bro?
gue heran, lo kayak orang lain aja dimata gue. Biasanya lo cerita ama gue.
Kenapa? Udah nggak percaya lagi ama gue?” Sin memalingkan mukanya dari arahku.
Yah…akhirnya dia tahu juga kalau aku lagi kacau. Sebenarnya aku tahu kalau dia
bakal marah atau ngambek when aku
tidak mengatakan apa yang aku kacaukan saat ini atau kapanpun didepannya.
“ Ya gue minta maaf! Gue
emang kacau sekarang. Tapi kayaknya gue nggak bisa cerita sekarang…” belum
selesai kata-kataku Sin membelalakkan matanya. Sepertinya suhu api yang ada
ditubuhnya akan segera keluar. Karena aku tidak ingin hal itu terjadi segera
aku lanjutkan kalimatku
“…bukannya lo ada janji
ama Angel?” perlahan iapun kembali tenang.
“ So lo gimana?”
“
Bilang aja ama dia, kalau gue lagi nggak ada dirumah.” Sin membuang nafasnya
keras-keras lalu meninggalkanku sendiri. Mela. Apa aku harus jujur sama kamu
kalau aku ingin sekali minta maaf atas semuanya. Udara malam membuatku semakin
mengoarkan semua rasa bersalah itu. Aku. Masihkah ada rasa yang bersembunyi
dariku untuknya? Ah! Aku harap itu semua hanya rasa yang lewat saja.
oooOOOooo
Kei masih terduduk ditempat belajarnya.
Membuka-buka buku yang memang harus dipelajarinya. Satu buku. Dua buku. Tiga
buku. Sampai ia merasa sangat lelah. Ia menumpuk buku-buku itu kembali.
Terdiam. Memandang malam yang tak pernah terang. Yang tak pernah mengisyaratkan
satu asapun kepadanya. Setidaknya tentang cinta yang ia miliki. Ia menyandarkan
bahunya di kursi sambil tangannya membuka sebuah laci. Ia mengeluarkan sesuatu
berwarna pink yang pernah ia simpan
waktu silam.
“ Apa arti semua ini?” ia
bergumam sendiri sambil membuka bungkusan kertas yang tak lain adalah sebuah
kertas surat.
Aku sungguh
tak pernah mengakui kalau aku berubah mencintaimu.
Ia mendesah pelan. Menahan nafas yang mulai terasa sesak.
Aku juga tidak
ingin kita akan menjadi musuh selamanya. Apa kau pernah membenciku,Kei?
Kalaupun itu pernah terjadi dihatimu, aku bisa terima.
Kei , aku mengaku
kalah darimu. Akankah kekalahanku ini menjadi sesuatu yang indah bagi kita.
Untuk tidak saling memaki seperti anak TK lagi.
Sudahlah, sebenarnya
aku tahu kau sudah mencinta dengan wanita yang bukan aku. Aku hanya mengatakan
semua keherananku tentang rasa yang berubah menjadi gila seperti ini. Aku jadi
ingin tertawa, aku pikir orang-oarng berkata Bullshit tentang hate sense will
become love. Tidak tahunya aku benar-benar mengalaminya. Ya seperti yang kau
lihat.
Kei masih terdiam. Fokus pada kertas yang ada ditangannya. Untuk malam ini
simfoni itu kembali lagi.
Akhirnya aku merasa
lega dengan mengatakan semua ini kepadamu. Tak peduli apa kau juga
merasakannya. Tapi yang pasti aku ingin kau membakar sampai jadi abu setelah
kau membacanya.
Mela
Seseorang yang
meyerahkan harga dirinya, demi cinta… untuk laki – laki dari benci.
Ia meremat kertas itu dengan hati yang luruh lagi.
Harusnya ia membakar kertas itu. Kertas yang sampai ketangannya lima tahun
lalu. Kertas yang ditulis oleh seseorang yang menjadi cinta dihatinya. Sebuah
kertas mellow. Yang masih utuh tanpa kerutan sedikitpun ditepinya. Ia
melipatnya kembali, memasukkannya kedalam envelopenya.
Dengan hati-hati ia meletakkan lagi kedalam laci mejanya.
oooOOOooo
6. KABUR!
Akhirnya aku terlepas juga dari my beloved Daddy, oh really? Yeah…I know I
lie about that. But I have to admitted if he still my Daddy. The one Daddy in
this world. Error Daddy or damage daddy? I love you dad but I hate you.
Sumpah! Aku seneng banget.
Finally aku melepas kuliahku begitu
saja. Aku harus akui semua ini berkat Lexi. Dia pahlawan bertopengku saat ini.
Dialah yang ikut bicara didepan Ayahku, untuk mengijinkan aku pergi untuk
menjadi orang yang mandiri. Bahkan ia rela disemprot mentah-mentah oleh ayah.
Dan hampir saja jidatnya kena tohok ama tangan ayah yang berotot ( ya..nggak
sama sih ama AdeRai) kalau aku nggak segera melemparkan bantal kursi kemuka
Lexi. He…he…he..nggak sengaja kok! Maklum gerak refleks.
Lexi juga yang membantuku
mencarikan tempat yang aman dan lumayan jauh dari rumahku. Keesokan harinya Rei
juga menemaniku. Walaupun ayahnya tidak mengijinkan untuk membawa Xenianya,
tapi dia nekat bantu bawain barangku pakai motor kakaknya. Wah…siapa yang nggak
seneng punya temen kayak mereka. Ngiri nggak sih lo?
Mungkin kalian pikir aku
adalah anak durhaka. Salah! If you want
to know, aku meninggalkan rumah dengan berat hati, actually. Karena aku tidak
tega melihat ibuku dengan mimik sedih. Aku tidak tega meninggalkan kamar
tercintaku. Dan aku tidak tega berpisah kuliah dari Inet, Lexi dan Rei, especially. Karena aku harus melepas kuliahku begitu
saja. Ah…! Aku tidak boleh menangis, apalagi didepan Lexi dan Rei. Tapi…
“ Waa! Hu…hu…hu…”
“ lo kenapa sih pakai
nangis-nangis gentayangan begitu. Malu tuh ama Lexi. Udah gede tau Mel” Rei
mengguncang-guncang bahuku.
“ Biarin” Lexi tersenyum
mengerti kearahku. Ia mendekatiku lalu memeluk bahuku.
“ Nggak usah sedih. Gue
bakal nyariin tempat kos yang bagus dan cocok buat lo.Gue juga janji bakal
kesini ama Rei sesering mungkin. Jadi nggak usah takut bakal kesepian. Ya?” aku
mengangguk. Lengannya begitu hangat sehingga membuat bahuku juga nyaman. Rei
mencibirkan bibirnya kearahku seakan ingin berkata, cari kesempatan maksud lo?!
Setelah lima belas menit kita mencari-cari tempat kos didaerah A. Yani. Dekat
pusat kota. Entah keajaiban apa yang membuat orang didepan kami sangat murah
hati mengijinkan aku tinggal dirumahnya tanpa pay it. Dengan syarat aku harus membantu membersihkan rumahnya.
Wah…itu sih nggak masalah. Saking senengnya aku langsung memeluk Lexi ama Rei.
“ Jadi mereka berdua
siapa” tanya Ibu Layse kepadaku. Aku melirik kearah Rei ama Lexi dengan alis
aku angkat semua. Mereka membalasnya dengan senyuman nyengir.
“ sebenarnya mereka
saudara saya tapi…”
“ Kami dilahirkan bareng”
aku menoleh kearah mereka. Tidak menyangka kami akan menjawab bersamaan.
Sampai-sampai membuat Bu Layse tertawa geli. Kami hanya terdiam saling
memandang.
“ oke…oke! Kalian memang
kompak banget. Ya sudah masukin semua barang-barang kamu Mel! Kamar kamu yang
belakang aja ya…soalnya yang depan udah milik tante yang satunya punya Dimas.”
“ Dimas?” jelas aku
bingung. Siapa lagi itu. Perasaan Bu Layse tidak menyebut-nyebut nama Dimas
sekalipun tadi.
“
Oh…itu anak Tante. Masih kuliah semester tujuh.” Aku hanya ber_O ria
mendengarnya. Setelah Bu Layse mengingatkanku kembali untuk menggotong semua
barang-barangku, Lexi dan Reilah yang ikhlas melakukannya. Kamar nomor tiga
setelah ruang TV. Tapi aku merasa aneh waktu memasuki kamar itu. Banyak
poster-poster pemain sepak bola AC Milan disebelah kiri tembok, dekat dengan
tempat tidur. Sedangkan sebelah kanannya penuh dengan gambar motor F1, Michael
Schumacher. Ada juga dua bola basket merah dan hitam tergeletak di keranjang
putih dekat meja komputer. Atau boleh juga disebut meja belajar. Sebelum aku
sempat untuk menikmati duduk ditempat tidur Bu Layse mebuatku mengurungkan niat
“ Kamu pasti kaget ya…ini
sebenarnya kamar Arel anak tante yang pertama. Karena dia sekarang tidak disini
kamar tidur ini tidak terpakai. Kecuali kalau lagi pulang kesini. Itupun jarang
kok” aku hanya mengangguk
“ Lagi kerja ya Bu?”
“ Iya di salah satu kantor
arsitektur di Jakarta sana, ya udah kamu istirahat aja dulu. Tuh teman-temanmu
kelihatan capek” Rei dan Lexi hanya tersenyum nyengir. Emang benar deh mereka
kayak udang bakar semua. Ibu Layse meninggalkan kami di kamar ini. Aku rasa dia
seorang ibu yang sangat baik. Apalagi pakai ngebuatin minuman segala. Padahal
aku yang udah ngerepotin dia. It’s not a
bad day, guys!
oooOOOooo
7. ANGEL . . .
“ Kamu kenapa sih hari-hari ini, say? Aneh
banget tau nggak?!” Kei hanya melihat wanita itu lalu kembali mengalihkan
pandangannya.
“ Jawab dong Kei! Aku
ngerasa aneh ama sikapmu belakangan ini. Diajak keluar nggak mau. Ditelpon
selalu aja ada alasan untuk menutupnya. Dan sekarang kamu juga nggak mau
ngomong sama aku. Kalau aku ada salah coba kamu kasih tahu aku” wajah memelas
terlihat jelas dipipinya yang pink karena
blosh-on. Kei masih terdiam
seakan-akan ia tak pernah mendengar ada orang yang lagi bicara dengannya.
“ Kei….”
“ Ya aku dengar”
“ Kok kamu ketus gitu? Aku
kan Cuma tanya Kei…aku…”
“ Angel!” ia menatap
wanita itu dalam-dalam. “ aku minta maaf kalau aku tidak bisa menjadi seperti
yang kamu inginkan”
“ Maksud kamu?”
“ Aku rasa kau tak perlu
lagi merengek seperti itu terus didepanku. Cari saja yang lain yang lebih
memperhatikanmu.” Angel terperangah hingga ia tak sadar Kei berlalu
meninggalkannya.
“ Apa maksud semua ini
Sin?” tanya Angel didepan Sin. Setelah Kei meninggalkannya ia buru-buru pergi
kerumah Sin yang kebetulan hari ini ia tidak pergi ke kampus. Sin yang tengah
asyik membaca komik kesayangannya, Shaman
King mau tidak mau terlonjak kaget ketika Angel masuk tanpa permisi dan
bermuka merah.
“ Ada apa? Kayaknya lo
abis marah. Kenapa? Lagi berantem ama Kei? Jangan diambil pusing, lagi. Lo
kayak nggak tahu sifatnya aja.” Dan Sin kembali pada komiknya.
“ BRAT…..!!!” dengan kasar
Angel merebut komik yang ada ditangan Sin.
“ Sin!” angel mengerutkan
alisnya dan menatap Sin dalam-dalam.
“ masalahnya bukan seperti biasanya. Gue
nggak berantem seperti biasanya. Dia mutusin gue!” Sin hanya terdiam. Dia tidak
tahu harus berbuat apa, karena sebenarnya dia tahu apa yang membuat Kei
memutuskan hubungannya dengan Angel. Tapi dia juga tidak akan mengatakan hal
itu di depan Angel.
“ Gue udah ngerasa
belakangan ini sikapnya aneh banget. Kaku. Dingin. Seakan-akan dia nggak pernah
mengenal gue. Kenapa lo diam Sin?! apa lo nggak mau kasih tahu gue ada apa
sebenarnya?! Apa lo sekongkol ama dia?! Jawab Sin!” Sin melihat kearah Angel.
Ia melihat wajah yang mulai memanas. Ia paham sebenarnya wanita didepannya
sangat mencintai lelaki yang sedang bimbang hatinya.
“ Sorry En untuk hal ini gue bener-bener nggak
tahu. Gue nggak tahu apa yang ada dipikiran Kei.” Angel mulai melemah. Ia
beralih duduk dekat Sin. Ia menundukkan kepalanya dan meneteslah air mata itu.
“ Lo jangan nangis gitu
dong! Entar gue yang repot, karena gue nggak tahu obat lo kalau lo udah nangis
kayak begitu” Angel masih tetap menangis. Sepertinya ia ingin membuang semua
sesak yang ada dihatinya.
“ Gimana kalau kita jalan
aja?” tak ada jawaban. Dan Sin mulai gelisah. “ Sialan! Gara-gara dia nih, jadi
bingung musti gimana ngadepin cewek yang lagi nangis. Apa dikasih permen aja.
Itu mah kalau anak kecil yang lagi nangis.”
“ Please dong En kasih tahu gue, gue musti ngapain? Lo
juga tahu kan kalau gue tuh palig nggak ngerti masalah cewek lebih dalem.”
Angel menengadahkan kepalanya. Air mata itu masih membasahi pipinya. Dan Sin
tidak pernah tega melihat seorang wanita menitikkan air matanya.
“ Lo tahu kan kalau gue
tuh nggak pernah selingkuh. Apa dia pernah ngeliat gue jalan bareng cowok lain.
Trus apa lo juga pernah ngeliat gue bareng cowok lain. Atau jangan- jangan dia
pikir gue udah nggak perhatian lagi ama dia. Emang gue kurang gimana lagi Sin!?
Atau gue kurang cantik untuk dia, tapi kenapa baru minta putus, kenapa nggak
dari dulu aja, atau…”
“Angel! Angel….udah dong…”
Sin menarik Angel kedalam pelukannya, dan membiarkan wanita itu menangis
dibahunya. Dia tidak tahu harus berbuat apa, dalam hati ia mengumpat_ lo emang
bangsat sialan Kei!
oooOOOooo
8. DIMAS . . .
Hari ini sepertinya udara cerah sekali. Apalagi
kalau untuk menghilangkan suasana hati yang lagi kacau. Tapi siapakah gerangan
yang lagi amburadul hatinya? Bukan situasi dirumah ini kan…
“
Heh! Anak udel! Ngapain lo?”
Mela menoleh kebelakangnya.
“ Ye…enak aja
manggil-manggil nama orang seenak udel. Mang mo kemana lo, nimang-nimang kunci
motor segala”
“ Hari ini gue pengen
banget jalan-jalan. Tapi sayang gue nggak punya temen. Gimana kalau lo ikut
gue?” Mela mengerutkan keningnya sambil melihat ke arah Dimas
“ Nggak ah! Aku capek
banget hari ini. Kak Dimas jalan aja sendiri. Hari ini Mela pengen banget
istirahat. Soalnya tadi pagi banyak kerjaan”
“ Gue kan udah bilang
nggak usah manggil kakak. Nggak enak didengerin, tau! Udah deh ikut aja toh
cuman sebentar. Lagian gue udah bilang ama mama kok”
“ Hah..! Kak Dimas udah
bilang ama Tante Layse?”
“ Aduh lo tuh bandel
banget sih! Nggak usah panggil tante tapi Ma-Ma!”
“ Tapi kak….”
“ Udah deh nih pake’!
nggak usah bawel” dengan cemberut Mela memakai helm dari tangan Dimas.
“ ngapain bengong? Ayo
naik!”
“ nggak usah ah kak, bener
nih Mela capek banget”
“ udah deh lo nggak usah
banyak alasan” Dimas terpaksa menarik Mela kemotornya dengan kasar.
“ tau gini aku nggak bakal
deket-deket ama kamu, orang yang nyebelin!” sungut Mela disaat mereka ada di
jalan. Karena yang diajak omong lagi mengendarai motornya dengan asyik ditambah
dia pakai helm teropong, so omongan Mela hanya angin lewat aja. Merasa ia hanya
dicuekin tak tahan iapun teriak dekat telinga Dimas.
“ EMANG ENAK DIKACANGIN!”
“CKIIIIT!!!” Dimas menarik
helmnya dan menatap kearah Mela
“ Lo apa-apaan sih! Pake’
teriak-teriak segala, budek nih telinga gue! Untung aja nggak nabrak orang.”
Mela hanya mencibir kesal.
“ Habis aku heran, kenapa
yang namanya kak Dimas itu nggak bisa lembut. Kerjanya cuman bisa maksa-maksa
orang mulu. Nah sekali-kali tuh ngaca dong! Orang yang dipaksa tuh seneng
nggak? Tapi aku pikir suatu pemaksaan itu bakal mengakibatkan kefatalan, LOH!”
“ Mmmm….udah mulai pinter
berkthutbah ya…jadi ceritanya lo bener-bener nggak mau gue ajak keluar niy…
nggak mau jalan bareng gue? Trus mau lo apa?!” Mela menahan tangan Dimas yang
bersiap-siap untuk menipung jidatnya.
“ pulang!”
“ pulang? Trus gue jalan
bareng siapa, dongo!?”
“ Ya ajak aja pacar kamu.
kalau nggak punya,temen-temen kamu. Repot amat!” Dimas mendekatkan wajahnya
kedepan wajah Mela. Mela hanya menatapnya kesal. Tapi ia juga mengundurkan
langkahnya kebelakang pelan-pelan. Karena sepertinya darah Dimas mau naik,
kepanasan gitu deh…!
“
Lo pikir gue bakal ninggalin lo seenaknya gitu? Nggak bakalan!” sambil menarik
tangan Mela, Dimas terus saja mengomel.” Emang, dasar dongo lo! Diajak
refreshing bentar aja nggak mau. Emang lo nggak pernah butuh yang namanya
refreshing? Kalau lo lagi banyak kerjaan, apalagi kerjaannya itu berat banget.
Terus lo nggak ngasih kelonggaran ama otak and otot lo, bisa-bisa lo mati
berdiri! Ingat itu! Emang lo mau mati berdiri? Terus kalo’ lo mati nggak wajar
gitu, gimana kata orang nanti. Dikiranya mama ama gue yang ngebunuh lo pake’
listrik!” setelah mendengarkan ceramah dari Dimas, akhiranya Mela mendudukkan
kembali pantatnya ke motor Dimas dengan lebih tenang. Dimas menarik tangan Mela
untuk melingkar ditengah perutnya. Dan merekapun meluncur begitu saja.
oooOOOooo
“ Lho kok udah dateng? Emang udah puas
jalan-jalannya?” tanya Ibu Layse setelah Dimas dan Mela ada didepan pintu.
Mereka saling pandang dan membuang muka. Melihat adegan seperti itu,
cepat-cepat Bu Layse menengahi.
“ Ya udah mama tahu kalau
kalian lagi capek. Mama nggak mau ganggu dan mama mau kalian istirahat aja
dulu.” Sekali lagi Dimas memandang Mela dengan melebarkan matanya. Dan segera
pergi kedalam.
“ Oya Mela, mama lupa.
Tadi ada telpon dari Lexi katanya sih dia mau kesini sekarang. Tapi karena mama
bilang kamu lagi jalan sama Dimas dia menundanya besok.” Mela hanya mengangguk dan kembali kekamarnya
dengan langkah gontai.
Urgh…nyebelin! Selalu aja
begitu. Tiap kali mau pergi nggak pernah absen ngajakin aku. Ya mbok
sekali-kali ganti personel kek. Masak yang ditenteng kesana-kemari cuman aku
doang. Capek, tau! Gerutu Mela sesampainya didalam kamar.
“Wuahgh…ngantuk banget
nih. Gara-gara pangeran kejam itu aku jadi menunda waktu tidurku. Oh…thank’s
God sekaranglah waktunya aku memejamkan mata.”
“ Heh Monyet! Buatin gue
puisi lagi dong! Lagi bete’ nih…” dengan hati dongkol Mela membuka matanya. Ia
melihat Dimas sudah ada disebelahnya dengan membawa secarik kertas dan
pulpennya. Sambil menggaruk-garuk rambutnya yang ikal Dimas tersenyum culun
kearah Mela yang notabene mirip ikan mas koki.
“ huhhhhhh…. Apa lo nggak
tahu waktu? Gue capek banget nih…besok aja deh” kembali Mela menjatuhkan
tubuhnya ketempat tidur.
“ E’E’eh…entar dulu Mel.
Gue nggak bakal beranjak pergi dari kamar lo, kalau lo nggak mau buatin gue
puisi. Sa-tuuu aja! Abis gitu gue nggak bakal ganggu tidur lo deh.”
“ ya ampun Kak Dimas! Buat
puisi tuh butuh otak yang seger. Bukannya lelot kayak begini. Ngantuk
nih..ngantuk!” lagi-lagi Mela merebahkan dirinya dengan lemas.
“ ya udah deh…gue mo tidur
sini aja.”
“ E’E’eh…” Dimas mengerem
tubuhnya yang udah mulai merebah ketempat tidur. “ kalo’ kak Dimas tidur sini
bisa-bisa aku dimarahi mama dong?”
“ emang gue pikirin! Ya
udah kalo’ nggak mau gue tidur sini mending lo cepeten buatin gue puisi yang
bagus. Tentang cowok yang lagi jatuh cinta ama seorang gadis.” Mela masih
menggeliat kesal “ udah, sana buatin!” Dimas mendorongnya terus-terusan sampai
ia terpaksa melakukannya.
“
dasar orang nggak berperasaan! Udah tahu aku capek banget masih aja dipaksa
buatin puisi. Tentang orang jatuh cinta, lagi! Mana bisa aku buat image tentang
orang yang lagi jatuh cinta seperti itu kalau pikiran dan otakku menyuruhku
untuk tidur. Bisa-bisa puisinya malah belok judul, jatuh cinta ama tidur!”
walaupun dengan bersungut-sungut tetap aja Mela mengerjakannya. Karena dia tahu
Dimas lagi mengawasinya dibelakang. Dan
iapun mulai membuka imagenya dengan terpaksa. Untuk menjadikannya sebuah puisi.
Puisi yang malang sekali, karena tertulis dengan setengah hati.
Wahai angin yang tercipta dari segenap kelembutan…
Tamparlah hatiku dengan putihnya
cintamu
Membalut segala senyap dalam
hangatnya tubuhmu
Aku lelaki dari dunia petang
tanpa cahaya
Merangkak dari seribu tahun lalu
Hanya mencari adanya cinta
seorang perawan
Wahai angin yang berhembus
lewati sahara
Bawalah aku dalam pelukannya
Yang selalu merindukan hangatnya
kecupan lelaki sepertiku
Mela membanting pen Dimas dengan mata lima watt.
“ udah nih….” Tapi ia tak
mendengar adanya sahutan dari Dimas. Iapun menoleh kebelakang dan melongo ala
sapi ompong melihat Dimas lagi nyenyak dikasurnya.
“ enak banget tuh anak
anjing! Nggak tahu, apa! Kalau sini udah sekarat mo tiduran. Eh…situ malah
asyik ngorok!” umpatnya sambil berdiri menghampiri Dimas.
“ DIMAS! UDAH SELESAI
TUH!” tak keruan Dimas terlonjak kaget ama teriakan Mela yang hampir membuat
gendang telinganya pecah. Setelah ia sadar Dimas menggaruk-garuk kepalanya
dengan mulut ngedumel.
“ Lo apa-apaan sih? Pelan
dikit, kenapa? Teriak-teriak kaya’ gue nggak punya telinga aja!”
“ Udah deh buruan keluar!
Nih puisinya udah jadi.” Dimas melihat kertas ditangan Mela. Masih setengah
sadar iapun tersenyum puas. Ia mengambilnya dan langsung nyelonong pergi.
“ Eh enak aja main
nyelonong. Lima puluh ribu!” Dimas berbalik dan melebarkan matanya yang
disambut senyum jail Mela.
“ Heran, gue! Orang
ngantuk tapi masih sempat-sempatnya mikirin duit” Mela hanya tersenyum sampai
Dimas keluar dari kamarnya.
oooOOOooo
9. INET’S COMING
Di siang hari setelah Mela pulang dari kerjanya, ia
mendapati seorang cewek imut lagi duduk santai diruang tamu.
“
Ya Allah Inet! Kapan lo kesini?”
“ Halo Mela! Aduh gue
kangen banget nih ama lu” merekapun saling berpelukan dan berciuman pipi,
seperti orang yang nggak pernah bertemu selama lima tahun aja.
“ Trus lo tau dari mana
kalu gue tinggal disini?”
“ kapan hari sih gue tanya
aja ama si Lexi. Dan sebenarnya sih gue pengennya dianterin ama dia, tapi dia
bilang masih ada urusan gitu deh. But don’t worry! Ada salam kok dari dia”
cerocos Inet.
“ emang udah lama
nunggunya?”
karena baru sadar Inet langsung angkat bicara
“ emang busyet lu! Lama
amat kerjanya, ampe’ gue bisulan gini nungguin lu satu jam” Mela tertawa
mendengarnya dan mengajak Inet pergi kekamar.
“ busyet dah! Ruang apaan nih
macho banget. Mulai kapan lu suka ama poster-poster begono Mel?” Inet memandang semua isi yang ada dikamar itu
dengan takjub. Dan selangkah demi selangkah tangannya mulai menggeledah yang
ada disitu.
“ itu bukan kerjaan gue,
lagi!” Inet hanya mengangguk-angguk sambil meneruskan penggeledahannya. Sesaat
ia melihat sebentar kearah Mela yang lagi sibuk ganti baju.
"Mel, Dimas tuh keren juga ya? Gue mau jadi
poligaminya” Mela langsung tersedak tanpa sebab mendengar ucapan Inet.
“ kenapa lu?” tanya Inet
dengan heran.
“ amit-amit deh! Kaya’
nggak ada cowok lain aja! Ya mbok cari yang waras dikit, kenapa?”
“ maksud lu? Dia gila? Ih…sayang
banget ya padahal tampangnya keren banget. Menurut gue sih dia hampir mirip ama
artis korea yang lagi hot sekarang ya Mel?”
“ What? Artis korea?
Siapa?” tanya Mela sambil mengerutkan semua alisnya.
“ itu tuh si Rain Bi”
lagi-lagi Mela terbatuk-batuk tanpa henti, yang membuat Inet jadi khawatir. Ia
mendekati Mela dan memukul-mukul punggungnya.
“ Lu kenapa sih Mel?”
“ Uhuk..uhuk! lain kali lo
pikir-pikir dulu kalau mo ngomong. Uhuk…uhuk! Udah deh nggak usah bahas Dimas
lagi. Malah-malah gue nggak bisa
berhenti batuk niy. Uhuk!”
“ Sorry deh! Gue nggak
tahu kalau lu jadi begini” Inet mengambil tempat disebelah Mela. Ia merebahkan
tubuhnya sambil menatap ke langit-langit kamar. Mela melirik sahabatnya itu
sambil bertanya dalam hati apa yang dirasakan Inet sekarang.
“ Dua hari yang lalu bokap
gue cerai ama nyokap, Mel.” Mela terkejut mendengar kata-kata Inet yang hampir
tidak kedengaran. Dia hanya menganga melihat Inet yang masih menatap
langit-langit kamar.
“ Kemaren…gue putus sama
Alex. Gue ngeliat dia lagi kissi_ngan ama Dela di belakang ruang FISIP” lagi
–lagi Mela menganga tak keruan. Matanya semakin melebar. Mela tidak tau harus
berkata apa menanggapi semua bencana yang menimpa sahabat cewek satu-satunya
itu. Mereka terdiam untuk beberapa waktu. Saling sibuk dengan pikiran
masing-masing.
“
Yah gue bersyukur sih, Mel. Dengan begitu gue nggak bakal lagi dengerin mereka
bertengkar tiap hari. Gue nggak bakal lagi repot-repot pergi dari ruang makan
karena perang mulut mereka. Dan satu hal, gue nggak akan lagi dan nggak akan
pernah ngedapetin kasih sayang mereka dengan utuh” Mela hanya bisa melihat air
mata itu mengalir pelan dari mata sahabatnya.
“ I’m sorry to hear that. I hope you can face it patienly. I know you
are a strong woman. I don’t know , what can I do for you? But I want you to
always pray to Him and ask the new way for your future. A good live! I’m still
here Inet, ok?!” Inet mengangkat tubuhnya dan duduk menghadap kearah Mela.
Iapun segera memeluk Mela dengan erat dan menangis lebih keras. Mela hanya
membiarkan air mata Inet membasahi bajunya. Iapun membalas memeluknya. Setelah
merasa puas Inet menarik tubuhnya dari pelukan Mela. Ia menatap Mela
dalam-dalam.
“ Gue nggak tahu harus
cerita ama siapa. Karena gue inget gue masih punya temen, jadi gue pergi
kesini.” Inet mengusap air matanya.“Lo tahu, apa yang membuat kerenggangan
rumah tangga keluarga gue?” Mela hanya menggeleng tanda tidak mengerti.
“ Lo masih inget nggak,
wanita yang ketemu kita waktu kita pergi kekafe Buleng?” Mela mengingat-ingat
sebentar sampai akhirnya mengangguk-angguk.
“ Ya gue inget. Tante yang
sempat ngerayu lo itu kan?” Inet mengiyakan
“ Dialah yang membuat bokap
tergila-gila ama kecentilannya. Apalagi kalau dia lagi beraksi dengan pakai rok
mini segala!” jelas terlihat muka Inet yang merah karena marah.
“ Jadi….”
“ Gue sebenarnya udah
curiga, Mel. Karena gue juga sering pergokin mereka lagi jalan berdua.”
“ Nyokap lo tahu?”
“ anehnya, nyokap
pura-pura nggak tahu apa-apa tentang kehidupan bokap diluar. Semenjak gue
pindah dari Jakarta dan datang kekota ini, gue emang udah ngerasa kalau gue bakal
kehilangan sesuatu yang berharga dalam hidup gue.” Sesaat Inet memandangi Mela
“ I’m frustated, Mel!
Karena sebentar lagi nyokap bakal balik ke Jakarta. Bokap nggak pernah
sekalipun ngeliat kearah gue. Sedangkan
nyokap mati-matian ngebujuk gue untuk ikut ke Jakarta. Gue bingung, Mel. Mesti
ikut siapa, karena gue masih sayang ama mereka semua.” Inet mebuang nafasnya
yang terasa berat.
“ Kalau lo ikut nyokap lo
ke Jakarta, lo bakal pindah kuliah lagi dong? Masih niat mo kuliah?” Inet hanya
tersenyum kecut.
“ Gue nggak tahu. lagian
kalau gue ikut bokap gue, gue bakal ketemu ama tante lonte itu. Kebayang nggak
sih gue tinggal satu rumah ama ibu tiri yang keganjenan”
“Inet! Kenapa lo bisa
ngomong kayak gitu? Kasar banget, tahu”
“ Ya! Karena dia yang merebut
hati papa dari mama, Mela! Karena dia, gue nggak bakal lagi tinggal
bersama bonyok gue, Mel. Lo tahu nggak
sih perasaan gue? Lo tahu nggak sih betapa sakitnya ngeliat perceraian mereka.
Hmfgh…gue kira gue hanya melihat sebuah sinetron aja. Tapi nyatanya ini emang
terjadi dalam keluarga gue” Suara Inet mulai menurun. Dan iapun terduduk lemas
menatap lantai yang pasrah tersiram air matanya.
“ I’m sorry” kata Mela
sambil memeluk bahu sahabatnya.
“
Menangislah sepuas-puasnya. Kalau itu ngebuat lo merasa lebih lega. Gue nggak
ingin ngeliat lo menahannya, menyimpannya dalam hati lo yang masih kacau. Dan
ngebuat lo kelihatan kayak orang stres.” Lagi-lagi Inet menangis dan lebih
kencang.
“ Ternyata gue salah, Mel.
Gue kira gue bakal kuat menghadapi semua ini sendiri. Tapi ternyata gue baru
ngerasa, kalau semua ini menyakitkan.”
Mela masih mengusap-usap punggung Inet dengan lembut.
“ Semua orang pasti butuh
teman dalam hidupnya, walaupun hanya satu. Nggak ada manusia yang kuat berdiri
sendiri untuk menghadapi hidup dan cobaannya seperti batu karang, Net. Begitu
juga batu karang yang nggak selamanya utuh dari terjangan ombak yang sering
kali ganas padanya” Inet mengusap air matanya dan tersenyum pada sosok
sahabatnya yang duduk didepannya dengan tatapan sayang.
“ Thank’s, Mel. You’re
really my best friend” Mela hanya tersenyum manis dan mengangguk.
oooOOOooo
10. KEI BERCERITA
Kota Yogyakarta semakin panas saja karena hampir satu
tahun tidak terguyur air hujan, membuat manusianya mulai menguap. Masih satu tahun
yang lalu seorang lelaki yang duduk santai sambil menikmati indahnya matahari
terbenam di pantai Parangtritis, mengenang dan mengingat seseorang yang pernah
meluluhkan hatinya dan menghancurkan jiwanya. Ia hanya menatap sinar keemasan
itu seperti patung yang terukir disana. Mengelus-elus pasir dengan kakinya yang
semakin kurus.
“ Mmm…jadi lo pindah
karakter nih ceritanya” seorang temannya membuat ia kaget dan membuang nafas
seolah-olah sudah tersimpan begitu lamanya.
“ What’s Up, bro? gue
heran deh hari-hari ini lo jadi aneh gitu didepan gue. Apa lo udah nggak butuh
lagi ama gue? Main diam and ngelamun kayak orang habis ilang ingatan aja lo!”
ia hanya menggeser pantatnya untuk memberi tempat kepada temannya itu.
“ Ngomong dong, Kei! Apa
masalah cewek temen lo SMP itu?” Kei masih tak angkat bicara. Ia membiarkan
Sin, sahabat karibnya mengoceh sepuas-puasnya.
“ kalau iya, apa yang bisa
gue lakuin buat lo. Semakin hari gue semakin takut, karena lo semakin sakit.
Walaupun kelihatannya agak sulit, God
Willing I’ll do it well.” Sin
melihat Kei yang masih terdiam. Tatapannya kosong. Ia menggeleng-gelengkan
kepalanya. Seolah-olah ia benar-benar prihatin ama keadaan Kei. Iapun
mengikutinya, diam. Sambil bermain pasir. Ia melirik kearah Kei yang masih
menatap kepergian matahari terbenam itu.
“ Surat yang lo baca tadi
malam, itu pumya Mela.” Sin mendengarkan baik-baik sambil mengangkat tubuhnya
lebih lurus.
“
Gue juga nggak nyangka kalau akhirnya dia dulu yang mengatakannya. Gue sempat
menertawakan diri gue sendiri yang ternyata naif dan jaim untuk mengatakan
perasaan gue sendiri. Padahal gue benar-benar mencintainya sebelum ia
menyadarinya.” Kei terdiam sejenak, mengambil nafas dari udara sore dipantai
itu.
“ SMP kelas satu, gue
ngerasa tertarik sama cewek manis yang kebetulan sekelas sama gue dan dia duduk
tepat didepan gue. Hmph…tapi
sayang gue jadi sedikit ilfil dengan kelakuannya yang memang kelaki-lakian.(…)
Di kelas dua, rasa gue itu masih ada. Dan gue menyimpannya dalam-dalam supaya semua
temen-temen gue nggak ada yang tahu. Waktu itu juga entah kenapa gue jadi
sering bertengkar sama dia. Saling memperolok kejelekan masing-masing. Dan membuat gue benci sama dia.(…) Dan yah
terjadilah permusuhan itu” Kei berhenti sejenak untuk membersihkan celananya
dari pasir-pasir yang menempel.
“ Sebenarnya gue malu
untuk mengakui, mungkin semua itu salah gue yang terlalu emosi dan nggak bisa
menahan ingin menyakitinya. Gue terlalu kebawa sama dorongan teman-teman yang
mulai tidak menyukainya. Lo tahu alasannya?” Sin merasa sedikit kaget dengan
pertanyaan tiba-tiba dari Kei. Iapun akhirnya menggeleng.
“ karena ternyata banyak
cowok lain yang suka atau istilah asingnya, nge-fans sama dia. Yang terlihat
dari dia memang keramaiannya.Tingkahnya yang agak centil. Tapi disisi lain dia
care banget ama temen-temen gue yang udah bikin dia marah sampai nangis.”
“ tega bener lo ama cewek”
“ tapi dia punya kebebasan
setelah dia pindah kekelas lain. Waktu itu gue juga berpikir, ya untunglah dia
nggak ada didepan gue dan nggak ganggu hubungan gue ama gacoan baru gue yang
kebetulan adik kelas kita. Tapi ternyata gue sedikit sadar, kalau kelas gue
sepi nggak ada dia”
“ Tapi lo masih benci
dia?” sela Sin
“ gue rasa iya. Dan waktu,
mempertemukan gue sama dia lagi dikelas tiga. Jujur perasaan benci gue masih
membuta. Pernah sekali dia megang buku gue tanpa disengaja dan reflek, gue
langsung marah. Hal kecil yang membuat gue jadi kayak anak TK.”
“ Sempet sih gue ngerasa
heran karena ada sedikit perubahan sama dia. Lebih dewasa dan nggak pernah main
banting temen cowoknya…”
“ What? Emang dia ikut
gulat? Sampe’jadi kuat bagindo” Kei tertawa sebentar.
“ Dia pernah ikut Karate
di Ekskul. Tapi asal lo tahu, ciri khasnya belum ilang juga”
“ Ciri khas?”
“ Dia cewek super cerewet
dikelas gue. Entahlah Sin…hari-hari itu gue sedikit bingung sama perasaan gue
yang berubah perlahan-lahan untuk tertarik lagi sama dia. Ada penyesalan dalam
diri gue, kenapa gue nggak berani untuk minta maaf sama dia. Walaupun gue tahu
dia masih benci sama gue. Apalagi… ditambah sahabatnya bilang kalau dia nggak
bakal pernah maafin gue.”
“ Finally?”
“ Ahirnya sampai
perpisahan tiba, gue nggak pernah bisa akrab sama dia. Padahal teman-teman udah
ngebantu gue untuk dekat sama dia. Nyatanya sampai hari terakhir itu gue nggak
ketemu sama dia” Kei mendengus penat.
“ Di SMA?” Kei menggeleng
“ Dia pindah keluar kota”
“ So, Lo nggak pernah ketemu
dia lagi?”
“ ya”
“
Gacoan?”
“ kebetulan gue juga
pengen menikmatinya dimasa SMA” Sin tertawa seloroh
“ Play Boy sok cool kayak
lo emang nggak pantes ngedapetin cinta yang suci, Kei!”
“ Mungkin”
` “ komunikasi?”
“ Dia pernah telpon gue
dua kali, setelah itu nggak ada lagi kabar dia”
“ Terus…apa yang bisa gue
lakuin?” Kei tersenyum khasnya sambil berdiri dari duduknya yang hampir tiga
jam dia ada disana.
“ Udah gelap. Mending kita
pulang aja.”
“ Ooo...ternyata lo masih
sadar kalau hari udah petang?” Kei memukul bahu Sin sambil tertawa dari
kenangannya. Mereka melangkahkan kakinya pergi meninggalkan pantai itu.
oooOOOooo
11. BOSKU, FARREL!
Syukur deh akhir-akhir ini aku merasa lega aja,
soalnya aku bisa lupa ama cowok sengak itu. Hergh…hidup itu memang aneh ya…aku
jadi sadar kalau warna itu nggak selalu hitam dan putih. Bisa aja mereka tercampur
dan berubah warna menjadi abu-abu. Mencari cinta sejati itu tidak selamanya di
jalan yang terang. Bisa aja kita tersesat dalam kegelapan mereka. Benar-benar
menakutkan. Gimana ya…kalau hidup itu tanpa cinta? Ya…pasti, itu aku. Rasanya
ketar banget! Ya…bagai sayur tanpa garam, udang tanpa tepung atau boleh juga
sungai tanpa arus dan batu. Lah…gimana rasanya coba?
Oya…gimana kabarnya Lexi ama Rei?Udah satu bulan ini mereka nggak ngasih
aku kabar. Aku jadi kangen sama mereka.
“ Mel…Mela…” kayaknya ada
yang manggil-manggil namaku deh…
“ Mel!” aku jadi terlonjak
saat aku merasa ada yang memukul pundakku. Ternyata mbak Wulan, sekretaris
satu, sudah ada didepanku sambil tersenyum dan menggeleng-gelengkan kepalanya.
“ lagi keasyikkan ngelamun
ya? Sampai nggak sadar kalau aku manggil kamu dari tadi. Kamu lagi dipanggil
Bos tuh…”
Aku hanya meringis didepannya.” Emang ada keperluan apa ya, mbak?”
“ ya mana aku tahu lah,
Mel. Udah sana buruan!”
“ Ok, madam” aku berjalan
menuju ruang utama, dimana Pak Farel, seoarang pemimpin perusahaan Batik Sae
ini lagi duduk santai dan suka malah sering nyuruh-nyuruh orang seenak
rambutnya. He…he...habis rambutnya keren sih. Seorang pengusahawan berumur 26
tahun dengan model rambut ala ABG jaman sekarang. Kacamata minusnya yang
berbentuk kotak bertengger diatas hidungnya, memberikan nilai positif lagi.
Apalagi buat yang melihatnya.
“
Permisi, Pak?” aku buka pintunya dan kudapati dia lagi duduk membelakangiku.
“ Ya masuk” aku berjalan
menghampirinya. Tapi dia belum juga membalikkan tubuhnya.
“ Silahkan duduk!” ku
tarik kursi yang ada didepanku, dan kududukkan pantatku diatasnya. Dan akhirnya
ia juga memutar kursinya.
“ Mela Putri” aku hanya
menganggukkan kepala
“ Sudah lama kamu bekerja
disini?” tanyanya sambil menatapku lekat-lekat. Aku jadi heran nih orang niat
bertanya atau menyelidiki sih…
“ masih dua bulan kok,
Pak.” Eh…gantian dia yang menganggukkan kepalanya.
“ sekretaris dua, yang
menggantikan Anna? “
“ iya, Pak.”
“ Dua bulan? Tapi kenapa
aku tidak pernah melihat muka kamu disini? Apa kamu jarang masuk kerja?”
Eh…enak aja. Orang masuk tiap hari kok. Situnya aja kalau lagi jalan nggak
pernah liat-liat kanan kiri. Main terobos aja. Kayak kereta api yang punya
jalan sendiri aja. Padahal tuh dia kalau jalan tiap hari pasti dan selalu melihat
kearahku yang lagi meriksa kain-kain batik yang bakal diimport.
“ Saya masuk tiap hari
kok, Pak. Mungkin Bapaknya aja yang nggak pernah tahu” maksudku, nggak pernah
ngeliat aku yang kadang berpas-pasan sama dia. Apa ini salah satu pengaruh dia
pakai kaca mata ya? Gimana kalau aku tanya langsung sama dia, pasti aku
ditibas. Ihh…jadi ngeri!
“ Kenapa muka kamu, ada
yang aneh sama saya?” hah…apa dia tahu kalau aku lagi ngeri sama dia?
“ Maksud bapak?” tanyaku
terpaksa sok culun.
“ Kenapa kamu meringis
seperti itu?” wah…nadanya udah nggak
ngenakin perut nih…
“ Oh..itu pak,..anu…
kenapa suasana disini dingin sekali ya pak”
“ Oh…maaf mungkin saya
salah menekan suhu Acnya” iapun sibuk mencari remote AC nya yang mungkin lagi
keselip diantara tumpukan buku dimejanya itu. Tapi kemudian dia menyuruhku
keluar. Ya…akupun keluar. Dasar Bos aneh! Manggil-manggil tapi nggak ada
pentingnya. Tanya-tanya ama hal yang udah jadul. Hi…hi..maaf ya Pak, sebenarnya
suhu udara diruangan Bapak tuh udah normal. Akunya aja yang mo cari alasan ama
pertanyaan Bapak yang wajib dijawab tadi. Kena tipu deh…!
“ Kamu kenapa, Mel? Kok
senyum-senyum sendiri habis keluar dari ruangan Bos?” Eh…aku nggak sadar kalau
rekan kerjaku lagi memperhatikan tingkahku ini.
“ Oh nggak ada apa-apa
kok!" jawabku masih dengan tersenyum, ya…mungkin membuat rekan-rekanku
menggeleng-gelengkn kepala mereka.
“ Ah..aku nggak yakin
kalau nggak ada apa-apa, setelah kamu keluar tadi” ini..nih si mbak Wulan yang
nggak pernah puas ama urusan orang lain sebelum dia berhasil mengorek dan
memaksa dari yang bersangkutan. Dan sepertinya aku harus jujur aja sama dia,
toh dia rekan dekatku, si Sekretaris 1.
“ Iya tuh si bos aneh
banget”
“ Maksud kamu?”
“ coba tebak deh…tadi mbak
Wulan nyuruh aku pergi keruangan bos, kan?” mbak Wulan mengangguk membenarkan.
“ tapi setelah aku masuk
keruangan bos, mbak Wulan tahu apa yang terjadi?” mbak Wulan hanya menggeleng.
“
Dia tanya hal-hal yang nggak penting, mbak. Terus karena aku udah ngerasa
perutku agak mual, nggak sengaja aku kerjain dia”
“ Apa? Dikerjain?” tanya
mbak Wulan sampai keningnya mengkerut.
“ Maksudku…aku nggak
sengaja bilang kalau diruangannya dingin banget, mbak. Padahal nggak.
Ya…akhirnya si bos bingung mencari remote Acnya yang mungkin keselip di
tumpukan buku-bukunya” muka mbak Wulan jadi aneh yang ngeliat aku lagi ketawa
cekikikan. Dan tidak lama dia juga ikutan tertawa. Dasar!
oooOOOooo
12. RINDU ITU . . .
Tidak akan pernah ada yang tahu jika waktu membuat
manusia juga ikut berputar. Itulah yang dirasakan kedua insan itu. Angin
malampun tak mampu membuat mereka menjadi tenang. Kegelisahan terpaut
bergantian. Ada rasa yang seharusnya mereka tahu dan rasakan bersama, tapi
waktu tak memihak. Memang detik itu lebih banyak dari menit dan mereka juga
berbeda lamanya.
“ Aduh … kenapa ya, aku
jadi kangen banget ama si kunyuk entu “ Mela menggaruk – garuk kepalanya, yah
seperti seorang model yang lagi action shampo anti ketombe. Iapun jungkir balik
dari tempat tidurnya. Menatap langit – langit kamar dengan tatapan kosong. Yang
terbayang hanyalah wajah seorang lelaki yang seharusnya tak ada disitu. Ada
seberkas rasa benci yang menusuk hatinya. Mungkin kalau saja bisa dilihat
dengan mata, maka akan terlihat hatinya naik turun dengan kecepatan tinggi. Dan
berubah warna menjadi merah membara.
“ Ya Tuhan apa yang terjadi padaku? Aku mohon sudahilah semua rasa semu
ini. Aku tak mau lagi merasakan sesuatu yang hampa. Aku tidak mau Tuhan” sesaat
ia terdiam. Menghela nafas yang memang terasa berat. Terlihat sebening air
menggenang dimatanya. Ia meremat – remat dadanya yang sebenarnya hatinyalah
yang terasa begitu sakitnya.
“ Aku tidak akan pernah ikhlas jika rindu ini menyakitkanku. Aku tidak
pernah terima jika dia juga tidak merasakan hal yang sama sepertiku ini.sungguh
aku tidak kuasa jika ini berulang kali terjadi tanpa penjelasan”
Mela menghapus air matanya yang dengan halusnya membasahi pipinya.
Diambilnya sebuah buku tebal berwarna hitam yang sering kali membuat hatinya
merasa sedikit terobati.
aku terbakar rindu
saat bayangmu pelan –pelan
merasuki jiwaku
nafasku terhenti terhambat nadi
jantung beruah rasa
tak bersambut ragamu
bagai menyamai malam
pulau seribu sepi
menghembus angin gurun
yang bekukan diri
aku mati beku
dari rindu yang tak berujung
menyelusup lewati sadarku
menembus semua detakku
dan aku masih merindumu, lelaki
kemudian ia terlelap terbawa mimpi yang mungkin akan mengagetkannya esok
nanti.
oooOOOooo
13. SIN TURUN TANGAN.
“ Gimana perasaan lo saat ini? Apa sedikit
fresh ?” Sin mencodongkan badannya didepan Kei. Kali ini Kei memang terlihat
sedikit fresh dari pada biasanya. Selama habis balik dari Semarang. Ia menatap
Sin dengan sebuah senyuman yang menurut Sin sedikit asing diakhir – akhir ini.
“ Nah… gitu dong! Emang lo
udah lupa ama si cewek pujaan itu? “
lagi – lagi Kei hanya tersenyum.
“ Well, itu artinya
sesuatu yang lebih baik dari kemaren, kan ? “ kali ini Kei mendongakkan
kepalanya.
“ Yeah … seperti yang lo
lihat.” Kemudian ia kembali lagi menyantap steak yang masih hangat. Sin hanya
menimpalinya dengan senyuman.
“ Gue hanya nggak habis
pikir aja, kenapa lo bisa cinta mati segitunya ama tuh cewek. Emang disana lo
nggak pernah ngeliat cewek yang lebih cantik dari dia.? “ Kei menatap Sin
dengan mata lurus. Seperti sebuah sasaran peluru yang nggak bakal meleset.
Ditatap begitu Sin malah tersenyum.
“ Kenapa ? apa gue ngebuat
lo keinget lagi ama tuh cewek, ha ? “ Kei terdiam
“ Kalau lo emang bener –
bener lupa ama tuh cewek, nggak ngaruh kan kalau gue nyungging – nyungging
masalah entu ?” Sin tersenyum puas. Kei hanya mendengus, mengalah.
“ Saat ini gue emang bener
– bener bisa ngelupain dia. Tapi nggak sepenuhnya “ Sin mengerutkan dahinya
“ Maksud Lo ? “ Sin
mengerutksn keningnya. Dan ia melihat Kei lagi tersenyum – senyum. Karena Kei
malah sengaja memperlama, Sin jadi semakin geregetan.
“
Lo tau? … “
“ Ya nggaklah ..” jawab
Sin secepatnya. Kei melebarkan matanya yang kemudian disambut cengiran dari
Sin.
“ Kemarin gue ngeliat ada
cewek cakep banget “
“ Wah … kalau gitu lo
bener – bener udah lupa ama dia, bro! “ Sin tersenyum lebar, seakan – akan
menggambarkan kalau dia sangat senang mendengarkan kabar dari sahabatnya itu.
Kei menyambut senyuman Sin.
“ Sayangnya, kenapa wajah
cewek itu mirip banget ama Mela “
Sin merasa kepalanya kejatuhan palu satu kilo. Sampai-sampai dia memukul
jidatnya sendiri.
“ Oke … oke!! Daripada lo
nggak cepet waras, mendingan lo ikut gue sekarang juga. Jangan bantah, oke! “
Sin membuka mobilnya dan melotot kearah Kei.
“ Cepetan masuk! Nggak
usah pake bengong! “ Kei masih sedikit bingung, tapi akhirnya iapun memasuki
mobil itu.
“ Mau kemana Lo “ Sin tak
menjawabnya. Ia sibuk menghidupkan mobilnya. Dan berlalu dari apartemen pribadi
Kei. Mereka melalui jalan tanpa arah. Sin tahu apa yang ada dipikiran
sahabatnya itu. Seorang cewek yang ia juga tidak tahu seperti apa sosoknya.
Hingga pernah membuat Kei benci dan mencintanya. Geblek! batin Sin. Apa sih
istimewanya tuh cewek? Giling banget ampe bisa ngebuat Kei nggak waras begini.
Kena pelet kale ya… tanpa sadar Sin tersenyum sendiri. Biar sakit jiwa Kei
cepat terobati gue bakal bawa dia ke tempat dimana dia bisa liat banyak cewek
yang bervariasi. Nggak hanya satu aja diotaknya. Mela! Kali ini senyuman Sin
semakin melebar dan Kei menatapnya heran.
“ Kenapa lo senyum –
senyum sendiri? Jangan – jangan lo udah nggak waras nih … “ Sin hanya
tersenyum. Untuk sesaat mereka terdiam satu sama lain. Sorry Kei kayaknya ni
waktu terakhir lo untuk mengenang cewek nggak jelas pujaan lo itu. Everything
will be lose tentang dia. Dan gue yakin lo nggak bakal mengagungkan cinta
senewen itu. Kali ini Sin melepas tawanya keras – keras hingga membuat Kei
terlonjak.
To be Continue ….
lanjutin dong bu... ;;)
BalasHapus