Aku dan Hujan
Sore itu, 13 November 2012 sekitar 15.30, hujan turun lumayan deras di tengah-tengah kemarau yang lagi memeluk bumi cukup lama. Aku duduk di ruang tamu mungil sambil memeluk bantal dari kamar, sembari terus menikmati air yang jatuh dari langit itu. Hujan.... selalu mengingatkanku dengan masa kecilku, dengan peri hujan dalam buku cerita favoritku dulu dan pada lagunya Jikustik untuk seseorang yg aku cintai, sekarang bernama suamiku :)
***
Mengingatkan masa kecil? Iya, masa kecil, di desa antah berantah. Kalau hujan turun dengan derasnya, aku, orangtuaku, dan juga adik-adikku berdiri sambil bersandar di jendela kawat yg sangat panjang sambil melihat ke depan. Ya, di depan ada sebuah ladang milik Perkebunan, dimana dalam satu petak tanah ladangnya tertanam 3 pohon mangga Gadung yang sedang berbuah lebat. Tapi, pada saat kami melihat ke arah timur, ternyata pak'e (sebutan untuk bapak, tetangga kami satu-satunya) dan mak'e beserta kedua anaknya sedang memperhatikan 3 pohon mangga itu juga. Kami sekeluarga jadi semakin waspada, harus mempersiapkan pintu agar nanti pada saat ada buah mangga yang jatuh, tidak direpotkan untuk membuka pintu dulu.
Hujan semakin deras, angin pun menyusul hujan lebat itu, petir dan guntur saling bersahutan. Tapi kami tidak menyerah untuk menunggu buah mangga yg dijatuhkan angin dan hujan nanti. ^_^
15 Menit kemudian:
"BUKK"
Aku langsung melotot ke arah ayah dan mama, dan ayah langsung pergi ke ladang sejauh 3 meter dari halaman rumah. Dan mencari buah mangga yg jatuh itu. Daaannn... Ayah membawa pulang satu buah mangga yang sudah di makan codot (kelelawar). :D Yaahh.... *kecewa
Sekembalinya ayah dari ladang itu tiba-tiba terdengar suara "Bukk" lebih dari satu kali. Aku langsung meneriaki ayah dan mama dengan semangat dan berharap ayah akan mendapatkan buah mangga yg jatuh itu lebih dari barusan. Tapi ternyata, di sana... sudah ada pak'e sambil membawa 2 buah mangga yg masih segar. :(
Well, kami akui akhirnya keluarga kami KALAH dlm kompetisi memulung buah mangga yg jatuh itu! :D
Dan memulung buah mangga yg jatuh karena hujan dan angin itu akhirnya menjadi adat kami bertetangga, hingga akhirnya adat itu sudah punah dikarenakan 3 pohon mangga itu ditebang oleh pemilik perkebunan. :D
***
Peri hujan?
Hehe... ya... peri hujan. Dulu aku adalah anak yang sangat suka membaca buku yang bercerita tentang dongeng-dongeng. Dan entah buku dongeng itu milik siapa, tapi aku membawanya pulang dan membacanya sampai habis. Satu cerita yang menarik perhatianku. Peri hujan? *sambil mikir... :D Namanya anak kecil yg lugu dan ngga tau banyak kebenaran, aku berimajinasi dn bertanya pada diri sendiri.
"Memang ada peri hujan juga ya?"
karena bertanya pada diri sendiri, ya akhirnya yang menjawab juga diri sendiri. :D
jawabannya:
"Mungkin juga ada, Lah wong di desa ini orang-orang pada cerita peri hutan* segala, berarti peri hujan juga ada." :D
Aku bergumam sendiri:
"kalau begitu, aku mau hujan-hujanan, mau main sama peri hujan." kemudian tak lama aku sudah ada di luar rumah dan membasahi diri dengan air hujan yang deras, tanpa ibu tahu. :D karena kalau sampai ibu tahu aku sedang hujan-hujanan, pasti kedua pahaku akan mendapatkan tato warna ungu dan merah lebam... :D
Dan sampai sekarang aku suka untuk hujan-hujanan... :D
***
Hmm.... Indahnya guyuran kecil dari langit itu, apalagi kalau sudah melewati pohon, dan jatuh lewat pucuk-pucuk daunnya, dan jatuh pada atap (genting), yang jatuh berjajar sampai membasahi lantai teras. Sambil mengelus-ngelus perutku yang sekarang sudah ada buah hati kami, aku berkata: "Anakku, itu adalah suara hujan, kalau gerimis suaranya lebih halus dari hujan. Kalau hujannya deras, suaranya akan semakin menenggelamkan kebisingan apa pun. Dan jangan lupa, sayang... mari kita berdo'a sebanyak-banyaknya saat Tuhan memberikan hujan deras ini untuk kita. Doakan agar ayah ama bunda bisa bareng ngga jauh-jauhan. :)"
***
Mengingatkan masa kecil? Iya, masa kecil, di desa antah berantah. Kalau hujan turun dengan derasnya, aku, orangtuaku, dan juga adik-adikku berdiri sambil bersandar di jendela kawat yg sangat panjang sambil melihat ke depan. Ya, di depan ada sebuah ladang milik Perkebunan, dimana dalam satu petak tanah ladangnya tertanam 3 pohon mangga Gadung yang sedang berbuah lebat. Tapi, pada saat kami melihat ke arah timur, ternyata pak'e (sebutan untuk bapak, tetangga kami satu-satunya) dan mak'e beserta kedua anaknya sedang memperhatikan 3 pohon mangga itu juga. Kami sekeluarga jadi semakin waspada, harus mempersiapkan pintu agar nanti pada saat ada buah mangga yang jatuh, tidak direpotkan untuk membuka pintu dulu.
Hujan semakin deras, angin pun menyusul hujan lebat itu, petir dan guntur saling bersahutan. Tapi kami tidak menyerah untuk menunggu buah mangga yg dijatuhkan angin dan hujan nanti. ^_^
15 Menit kemudian:
"BUKK"
Aku langsung melotot ke arah ayah dan mama, dan ayah langsung pergi ke ladang sejauh 3 meter dari halaman rumah. Dan mencari buah mangga yg jatuh itu. Daaannn... Ayah membawa pulang satu buah mangga yang sudah di makan codot (kelelawar). :D Yaahh.... *kecewa
Sekembalinya ayah dari ladang itu tiba-tiba terdengar suara "Bukk" lebih dari satu kali. Aku langsung meneriaki ayah dan mama dengan semangat dan berharap ayah akan mendapatkan buah mangga yg jatuh itu lebih dari barusan. Tapi ternyata, di sana... sudah ada pak'e sambil membawa 2 buah mangga yg masih segar. :(
Well, kami akui akhirnya keluarga kami KALAH dlm kompetisi memulung buah mangga yg jatuh itu! :D
Dan memulung buah mangga yg jatuh karena hujan dan angin itu akhirnya menjadi adat kami bertetangga, hingga akhirnya adat itu sudah punah dikarenakan 3 pohon mangga itu ditebang oleh pemilik perkebunan. :D
***
Peri hujan?
Hehe... ya... peri hujan. Dulu aku adalah anak yang sangat suka membaca buku yang bercerita tentang dongeng-dongeng. Dan entah buku dongeng itu milik siapa, tapi aku membawanya pulang dan membacanya sampai habis. Satu cerita yang menarik perhatianku. Peri hujan? *sambil mikir... :D Namanya anak kecil yg lugu dan ngga tau banyak kebenaran, aku berimajinasi dn bertanya pada diri sendiri.
"Memang ada peri hujan juga ya?"
karena bertanya pada diri sendiri, ya akhirnya yang menjawab juga diri sendiri. :D
jawabannya:
"Mungkin juga ada, Lah wong di desa ini orang-orang pada cerita peri hutan* segala, berarti peri hujan juga ada." :D
Aku bergumam sendiri:
"kalau begitu, aku mau hujan-hujanan, mau main sama peri hujan." kemudian tak lama aku sudah ada di luar rumah dan membasahi diri dengan air hujan yang deras, tanpa ibu tahu. :D karena kalau sampai ibu tahu aku sedang hujan-hujanan, pasti kedua pahaku akan mendapatkan tato warna ungu dan merah lebam... :D
Dan sampai sekarang aku suka untuk hujan-hujanan... :D
***
Hmm.... Indahnya guyuran kecil dari langit itu, apalagi kalau sudah melewati pohon, dan jatuh lewat pucuk-pucuk daunnya, dan jatuh pada atap (genting), yang jatuh berjajar sampai membasahi lantai teras. Sambil mengelus-ngelus perutku yang sekarang sudah ada buah hati kami, aku berkata: "Anakku, itu adalah suara hujan, kalau gerimis suaranya lebih halus dari hujan. Kalau hujannya deras, suaranya akan semakin menenggelamkan kebisingan apa pun. Dan jangan lupa, sayang... mari kita berdo'a sebanyak-banyaknya saat Tuhan memberikan hujan deras ini untuk kita. Doakan agar ayah ama bunda bisa bareng ngga jauh-jauhan. :)"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar